Sunday 15 September 2013

Always Love You Part 9




“Hei, Claura.” Seru Mrs. Winter ketika ia membuka pintunya dan menemukanku disana. “Oh, betapa aku merindukanmu sayang. Kau tampak sudah dewasa sekarang.” Ujar Mrs. Winter seraya memelukku. “Masuklah. Di luar dingin.”
Aku melepas mantelku dan menggantungnya di tempat penyimpanan mantel lalu mengikuti Mrs. Winter menuju dapur. Disana sudah ada Mr. Winter, Gerald dan Paula yang sedang duduk di meja makan.
“Kau datang di saat yang tepat Claura, karena kalkunnya baru saja matang. Kau bisa menciumnya kan? Heeemmmm….” Ujar Mr. Winter seraya mencuci tangannya di wastafel.
“Hai, Kecil. Sudah lama aku tidak melihatmu.” Ucap Gerald mengacak-acak rambutku. Ia senang sekali memanggilku kecil
“Gerald. Berhentilah kau mengganggu temanku. Kau kurang kerjaan saja.” Omel Paula yang menghampiriku. “Ayo duduk, Claura. Sebentar lagi kita makan.”
###
“Bagaimana keadaanmu sayang?” tanya Mrs. Winter ketika kami sedang makan malam.
“Baik.” Jawabku seraya mengiris kalkun di piringku.
“Kau masih bekerja di restaurant?” tanya Mr. Winter.
Aku mengangguk. “Aku masih setia disana.”
“Mengapa tidak cari pekerjaan lain? Menjadi wartawan? Model? Kau cukup cantik menjadi model sayang.”
Aku tersenyum. “Aku terlalu malu menjadi model. Lagipula aku menyukai pekerjaan itu. Orang-orang disana baik padaku.”
Mr. Winter menyeka mulutnya dengan serbet. Kami baru saja melewati makan malam kami.
“Well, sepertinya sekarang saatnya aku mengeluarkan hidangan penutup.” Dengan bangganya Mr. Winter mengeluarkan sesuatu dari dalam kulkas dan membawanya ke atas meja makan.
Pudding caramel. Kesukaanku.
“Aku membuatnya sendiri sayang. Ku harap kau menyukainya.”
Aku tersenyum sumringah. “Tentu saja Mr. Winter aku snagat suka pudding caramel. Terima kasih.”
####
“Claura sayang. Ibumu menitip ini pada kami sebelum kami berangkat kemari.” Ujar Mrs. Winter seraya membawa sebuah kotak padaku.
“Apa ini?”
Mrs. Winter menggeleng. “Aku tidak tahu. Ibumu tidak memberitahukannya.”
Aku membuka kotak tersebut. Isinya 5 buah foto. Foto pertama saat Mom sedang memanen sayur di ladangnya. Ya kami memang menanam sayur di halaman belakang rumah kami. Ada tulisan di belakangnya. ‘Ini sudah panen kelima sayang. Dan sebentar lagi kol kita juga akan panen. Cepatlah datang dan kita akan memanen bersama.’
Foto kedua adalah sebuah ayunan. Aku tahu ayunan ini. Sewaktu kecil sehabis pulang sekolah Mom dan aku pasti akan pergi ke taman yang ada ayunan ini. Kini ayunan itu tampak baru. Di cat baru sepertinya. ‘Kau ingat ayunan ini? Kapan kita akan menaikinya lagi?’
Foto ketiga adalah foto Berny. Anjing kami bernama Berny. Dia betina. Itu foto Berny dengan anak-anaknya. Ya tuhan. Sejak kapan Berny melahirkan? ‘Berny baru melahirkan beberpa hari yang lalu. Apakah Mom sudah pernah mengatakan kalau Berny sudah punya pasangan? Sekarang kita kehadiran anggota keluarga baru, sayang’
Foto keempat adalah foto ayam saus teriyaki. Aku tersenyum. Mom sepertinya berniat sekali memfoto ayam saus teriyaki ini. ‘Katanya kau rindu pada ayam ini? Well, ayam ini sudah memanggil namamu berkali-kali sayang. LOL’
Foto yang terakhir. Foto rumah kami. Aku sempat terkejut. Rumah kami sepertinya ada yang berbeda. Oh, sejak kapan ada gazeboo disana? ‘Mom dan Uncle Brad baru saja memasang gazebo di halaman belakang rumah dekat kebun sayur. Kau harus lihat hasil kerja kami, Claura’
Aku tersenyum. Kelima foto itu membuatku semakin rindu pada rumah. Ingin rasanya aku pulang ke rumah. Apalagi sekarang banyak sekali perubahan yang terjadi. Oh pasti aku merasa seperti orang asing disana. Tapi aku benar-benar merindukan Mom.
“Sepertinya ibumu ingin kau pulang, Claura.” Ujar Mrs. Winter yang masih berada di sampingku.
Aku tersenyum. “Sepertinya begitu. Aku memang berencana pulang setelah ujian akhir minggu ini.”
“Baguslah sayang. Aku yakin ibumu pasti senang.”
####
  Aku memasuki apartement dengan badan lelah. Aku baru sampai di apartement pukul 11 malam dengan di antar oleh Paula. Acara makan malamnya sangat menyenangkan. Gerald tak henti-hentinya mengangguku dan Paula, membuat Paula sedikit kesal padanya. Mr dan Mrs. Winter juga membuat acara makan malam itu terasa hangat. Mereka tak henti-hentinya member nasehat kepadaku. Aku benar-benar merasa dalam sebuah keluarga ketika berada dalam lingkaran keluarga Winter.
Ku lihat sekitar apartementku sudah gelap. Sepertinya Andreas sudah tidur. Dengan hati-hati aku membuka pintu kamarku, takut membangunkan Andreas.
“Sayang, kau seperti pencuri saja.”
Aku terhenyak. Andreas belum tidur? Aku langsung membuka pintu dengan lebar dan menemukan Andreas sedang berada di atas tempat tidur dengan laptop berada di pangkuannya. Matanya fokus pada layar dan jari-jari indahnya sedang menari-nari di atas keyboard.
“Kau belum tidur?” tanyaku seraya meletakkan tas tangan kembali pada tempatnya.
“Belum. Masih banyak data yang harus aku periksa.” Jawabnya masih fokus.
“Tidak bisa di tunda esok hari?” aku mulai menurunkan restleting gaunku dan menurunkannya. Aku melirik kea rah Andreas. Masih tidak ada perubahan. Tidakkah ia melihat diriku yang setengah telanjang ini? Uuuhhhh….
“Aku bukan orang yang suka menunda pekerjaan sayang.”
“Tapi ini sudah pukul 11 malam. Kau harus pergi ke kantor besok.” Aku mulai berkacak pinggang dengan keadaan ku yang setengah telanjang ini. Apakah aku kurang sexy?
“Sebentar lagi sayang.”
Arrrggghhhh…. Baiklah. Sudah habis kesabaranku.
Ku hampiri Andreas dan ku angkat dagunya. Apakah sudah ku katakan Andreas + kaca mata = sexy??? Kalau belum. Well, dia sangat sexy.
Matanya yang coklat itu langsung menatap mataku. aku memandangnya dengan alis terangkat sedangkan ia memandangku dengan alis berkerut. Lalu matanya bergerak kebawah. Semakin kebawah pandangannya semakin melebar. Aku menunggunya dengan sabar. Lalu beberapa detik kemudian mata indah itu kembali menatapku.
“Sayang. Ini….”
Aku menghembuskan nafas. “Aku lelah. Mau tidur.” Ucapku dingin. Aku langsung mengambil tempat di sampingnya. Yaitu sisi milikku. Dan menarik selimut sampai ke bawah dagu lalu pura-pura tidur dengan mata terpejam.
Dapat kurasakan Andreas masih membeku. Ku intip dari mataku yang terpejam kalau ia sedang membereskan kertas-kertas dan juga laptop yang berantakan dan menaruhnya di meja rias, lalu ia kembali ke atas tempat tidur.
Aku merasakan tangannya yang berbulu itu menyusup di pinggangku dan tangan yang satu lagi melingkar di dadaku. Aku merasa… hangat.
“Bagaimana acara makan malamnya sayang?” tanyanya di atas kepalaku. Dapat kurasakan hembusan nafasnya yang menyentuh rambut-rambutku.
“Makanannya enak. Mr. Winter sangat pandai memasak. Paula dan Gerald juga menyenangkan. Aku merasa seperti bagian dari mereka.” Aku merasakan kulit lengannya di pipiku.
“Aku senang kalau kau senang.” Ia mengecup ubun-ubunku.
Lama kami terdiam. Ku kira dia sudah terlelap. Ketika aku memejamkan mata, dia bersuara.
“Sayang, kau tidak kedinginan dengan hanya mengenakan pakaian itu?”
Aku terkikik. Ini dia.
“Menurutmu? Aku kan sudah memakai selimut.”
“Tapi tetap saja… dingin.”
“Aku sudah terbiasa. Sewaktu belum bersamamu aku sudah sering tidur seperti ini.”
Dia mengangkat kepalanya. “Benarkah? Bagaimana kalau orang yang tinggal di depan apartementmu melihat? Bukankah dia seorang pria?”
Aku mendongak dan melihat dirinya dengan alis berkerut. Aku tidak mengerti.
“Jadi selama ini pria itu sudah melihatmu setengah telanjang seperti ini? Oke. Sepertinya mulai besok kau harus pindah tempat tinggal, Claura.”
“Apa?! Andreas. Aku hanya bercanda tadi. Aku tidak pernah tidur seperti ini dan hey… tidak ada seorang pria manapun yang melihatku telanjang seperti ini. Tidak, kecuali kau, Andreas. Oleh sebab itu hentikan sifat cemburumu itu.”
Andreas terkekeh. Ia lalu mengetatkan pelukannya. “Aku sempat berpikir untuk menyewa pengawalku.”
“Untuk apa?”
“Untuk memberi pelajaran kepadanya karena sudah mendahuluiku. Aku saja sebagai pacarmu baru pertama kali melihatmu seperti ini.”
“Kau kekanakkan.”
“Kau terlihat sangat sexy sayang.” Bisiknya menggoda di telingaku.
“Simpan rayuanmu karena aku mau tidur. Aku sudah lelah menggodamu tapi kau sepertinya tidak tertarik.”
“Kau menggodaku?” tanyanya terkejut. “Aku… aku tidak tahu sayang. Maaf…”
“Simpan maaf mu untuk besok pagi.” Aku lalu mengatur kepalaku, mencari posisi ternyaman.
Andreas memanggil-manggil namaku. “Sayang… Claura…Arghhh.”
Aku sempat tersenyum kecil karena berhasil menggoda Andreas, sebelum akhirnya jatuh tertidur karena kelelahan.

Saturday 14 September 2013

Always Love You Part 8




 “Well, kau tidak terlambat hari ini, Claura.” Ujar Paula ketika kami berjalan menuju kantin. Barusan kami ada kuis, dan untungnya kali ini aku tidak terlambat.
Aku menaruh tas di atas meja kantin. “Yeah, aku tidak ingin di keluarkan lagi. Apalagi hari ini ada kuis.”
Kami memesan makanan. Makanan berat karena setelah ini aku harus kembali masuk karena ada kelas.
“Oh ya, hari ini Mom dan Dad datang. Kami ingin mengadakan pesta kelulusan Gerald. Mom ingin aku mengundangmu.”
Gerald adalah kakak Paula. Mereka berdua tinggal disini jauh dari orang tua mereka yang tinggal di pinggiran kota. Kudengar Gerald memang baru lulus dari universitas.
“Aku akan datang. Jam berapa aku harus kesana?”
Keluarga Paula sudah ku anggap sebagai keluarga ku sendiri. Aku dan Paula sudah bersahabat ketika kami masih di bangku sekolah dasar. Ya kami datang dari kota yang sama dan sekarang kami masih tetap bersama. Hanya Paula yang mau berteman denganku ketika aku masih kecil. Dimana anak-anak yang lain menertawai dan menhinaku karena aku tidak memiliki ayah, Paula datang dan membelaku. Sejak saat itu kami tidak terpisahkan. Ketika aku mendengar kalau Paula ingin kuliah di luar kota, aku pun ingin mengikutinya. Karena Paula lah, Mom akhirnya mengizinkanku pergi. Paula sudah ku anggap sebagai saudaraku sendiri.
“Jam 8 malam. Oke?”
“Oke.” Ujarku seraya tersenyum lebar.
####
“Hai, cantik.”
“Andreas?” ucapku terkejut. “Apa yang kau lakukan disini?” bisikku.
“Aku ingin menjemput cantikku pulang. Kau hari ini tidak ke restaurant ‘kan?”
Aku mengok ke kiri dan ke kanan. Sosok Andreas yang mencolok membuatku takut menarik perhatian.
“Tidak. Tapi aku harus pergi.”
Andreas menaikkan alisnya. “Pergi? Kemana?”
“Keluarga Paula mengajakku makan malam. Merayakan kelulusan Gerald, kakak Paula.”
“Bolehkah aku ikut?” tanyanya antusias.
“Apa? Tidak. Tentu saja tidak.” Aku menggeleng keras.
Andreas memasang wajah bersedih. “Jangan memasang wajah seperti itu Andreas. Kau tahu kau tidak bisa ikut.”
“Jam berapa kau akan pergi?”
“Jam 8 dan tidak usah mengantarku karena aku akan pergi sendiri.” Ucapku ketika kulihat ia membuka mulutnya hendak menyela ucapaku.
“Tapi kau harus berganti baju bukan? Ayo ku antar kau pulang.”
Aku mengikutinya berjalan memasuki mobilnya.
“Lain kali kau tidak perlu menjemputku.” Ucapku ketika kami meninggalkan daerah kampus.
“Kenapa?” tanyanya bingung.
“Kau terlalu mencolok, Andreas. Aku tidak ingin menjadi pusat perhatian.” Tentu saja tidak. Sewaktu kecil aku pernah menjadi pusat perhatian dan rasanya seperti aku ingin bunuh diri.
“Karena aku mengendarai mobilku?”
“Salah satunya itu tapi bukan itu alasan utama.” Aku melirik dan melihat Andreas menatapku. Menunggu jawaban. “Karena kau. Kau begitu tampan dan menarik perhatian.”
Andreas tersenyum. “Jadi kau mengakui bahwa aku tampan?”
Aku menarik aliski. Menatapnya dengan aneh. “Hanya orang bodoh yang menganggapmu jelek.”
Dan… Cup….
Andreas mengecup bibirku singkat. Membuatku sedikit terkejut. Untung saja saat itu sedang lampu merah.
“Aku senang karena pacarku mengatakan bahwa aku tampan.” Seringainya yang terlihat kekanak-kanakan.
“Sejak kapan aku menjadi pacarmu?” ya sejak kapan? Oh apakah sejak ia memberiku kalung indah berwarna silver dengan bintang di tengahnya, atau sejak ia tidur di tempatku beberapa malam terakhir – tidak kami tidak melakukan hal ‘itu’, bila itu yang kau maksud- , atau sejak ia memberikanku bunga mawar putih setiap harinya?
“Sejak kau bilang aku adalah lelaki yang tampan.” Ia kembali tersenyum di sela-sela mengemudinya.
####
“Kau akan pulang jam berapa?”
“Jam 11 mungkin. Acaranya pasti lama. Apalagi aku sudah lama tidak bertemu dengan keluarga Paula.” Aku membuka lemari dan mengeluarkan kopi dan creamer.
“Sepertinya kau dekat dengan keluarganya Paula.” Ujar Andreas seraya menyalakan televise.
“Ya. Aku sudah menganggap keluarga Paula seperti keluargaku sendiri.” Aku mengeluarkan dua mug dari lemari yang lain.
Andreas dan aku memiliki kesamaan dalam hal meminum kopi. Kami sama-sama menyukai kopi dengan banyak creamer. Ya satu sendok teh kopi dan tiga sendok cremer juga tidak lupa gula.
“Kau sudah lama berteman dengan Paula?” Andreas menggeser tempat duduknya ketika melihat aku datang dengan dua mug yang mengepul. Aku memberikannya mug miliknya dan duduk di samping Andreas. Aku menyenderkan kepalaku di bahunya dan ia memeluk bahuku. Dengan kedua kaki dilipat dan naik ke atas sofa.
“Sejak kami masih sekolah dasar dulu.” Ucapku seraya meniup kopiku lalu menyeruputnya.
Andreas mengusap tangannya yang berada di bahuku. Membuatku merasa nyaman. “Apakah kau menceritakan soal kita kepadanya?”
Aku menggeleng. “Tidak. Aku rasa belum saatnya.” Aku mendongak dan melihat ke arah matanya yang coklat. “Bukan maksudku aku merasa malu atau apa tapi….”
Andreas mengusap kepalaku dengan sayang lalu tersenyum. “Aku tahu. Aku tahu. Lagipula itu bukan urusanku sayang. Urusanku adalah tetap membuatmu merasa nyaman denganku.”
Aku tersenyum. Senang karena Andreas mau mengerti.
“Apakah kau akan menginap lagi hari ini?”
“Kau ingin aku menginap?”
Aku terdiam. Apakah aku ingin ia menginap lagi? Aku ingin.
Aku mengangguk pelan.
Andreas tersenyum. “Baiklah aku akan menginap. Aku akan pulang dulu mengganti baju lalu kembali lagi kesini. Mungkin aku akan membawa beberpa pekerjaanku dan menyelesaikannya selagi menunggumu pulang.”
Aku menaruh mug ku yang sudah kosong. Mencium bibirnya sebentar lalu melingkarkan tanganku di pinggangnya. Merasakan detak jantungnya yang berdetak di telingaku saat kepalaku di dadanya. Begitu hangat dan nyaman. 

Always Love You Part 7

Maaf ya aku jadi jarang posting. Seringnya aku sekarang main di wattpad lagipula sekarang ini aku lagi labil imajinasi serta malesisasi wkwkwkwk gak ada ide buat ngelanjutin cerita. Stok juga semakin menipis. Sekarang juga lagi sibuk2nya praktikum jadi... mohon maaf sebesar-besarnya ya... *nunduk 1000x*

 
Andreas POV
Aku begitu bahagia hari ini. Sebenarnya aku tidak ada rencana sama sekali membawanya ke tempat itu. Jujur saja tadi adalah pertama kalinya aku kesana setelah belasan tahun aku tidak kesana. Taman itu. Aku masih ingat pertama kalinya aku dan dia menemukan taman itu tanpa sengaja.
Waktu itu kami sedang berjalan-jalan. Menikmati indahnya bunga bermekaran dan juga angin yang berhembus dengan nyamannya. Kami tidak tahu arah jalan kami. Kami hanya mengikuti langkah kaki kami yang sepertinya mempunyai pikirannya sendiri. Tiba-tiba saja kami sudah sampai di taman itu. Begitu indah dan hijau, sama seperti yang aku lihat barusan. Setelah kami yakin tidak ada yang mengetahui taman itu selain kami, kami mengklaimnya menjadi taman milik kami. Saat itu kami menamai taman itu, tapi aku lupa namanya. Yang ku ingat namanya begitu indah seperti gabungan dari nama kami.
Akh… begitu indahnya hari ini. Hari ini aku seperti merasakan hari dimana aku bersamanya. Tidur di pangkuannya, dan dia mengelus rambutku dengan lembut. Dari bawah aku dapat melihat senyumnya yang mempesona. Senyum yang begitu manis. Aku seperti mengalami déjà vu.
####
Normal POV
“Hai Red” sapaku ketika aku membukakan pintu untuk Red.
“Hai. Tidak biasanya kau mengundangku makan malam, Claura.” Ucapnya seraya menutup pintu.
Aku tersenyum. “Katakanlah aku sedang baik.”
“Kau sedang bahagia kelihatannya.” Ujarnya dengan nada menyelidik.
“Ya, seperti itulah.” Aku meletakan masakan terakhirku di atas meja.
“Siapa orang itu?”
“Orang yang mana?” tanyaku bingung namun aku mengerti apa yang ditanyakannya. Aku melepas apron ku dan mencuci tanganku.
“Oh ayolah. Aku sudah lama mengenalmu dan kau tidak pernah seperti ini sebelumnya. Tersenyum seperti orang gila.”
Apakah aku tersenyum?
“Apakah dia tampan?” tanya Red dengan nada menggoda.
Aku mengangguk. “Dia lumayan tampan.”
“Seperti apa dia?”
Aku kembali mengingat-ingat wajahnya. “Rambutnya hitam menutupi kening, tidak panjang tapi sangat rapi. Wajahnya bersih, tidak ada kumis, janggut, atau bulu apapun. Dan matanya…. Matanya begitu coklat.”
“Oh, aku sangat ingin melihatnya, sayang.”
“Kau sudah pernah melihatnya, Red.” Red meengernyit. “Kau masih ingat pria di meja no 15? Yang kubilang dia mengataiku seorang pencuri? Dialah orangnya Red.”
Red tampak terkejut. “Laki-laki itu? Laki-laki yang membelikanmu makanan paling mahal di restaurant?” aku mengangguk. “Ya tuhan, Claura. Kau sangat sangat beruntung.” Red lalu memelukku dengan erat. “Tapi kurasa ia terlalu tua untukmu. Berapa umurnya? 40? 45?”
“39.”
“Oh. Itu menuju tua.” Red lalu duduk di kursi makan. “Apakah ia ehm… mempunyai istri? Karena aku tidka mau kau menjadi selingkuhannya sayang.”
“Dia sendiri. Dia bilang dia pernah menikah tapi pernikahannya gagal.”
“Ooohhh…”
“Jangan memasang tampang seperti itu Red. Kau tidak punya kesempatan. Dia normal. Dan kau sudah punya Josh.” Ucapku mengingatkan.
“Jangan mengingatkanku sayang. Aku masih setia dengan Josh. Tapi sepertinya tidak ada salahnya bila aku bermain-main sedikit.”
“Red!” mataku melotot. “Makanlah. Kau membuatku kehilangan kesabaran.”
Red terkekeh lalu menyuapkan makanannya ke mulut. “Masakanmu selalu enak sayang.”