“Alexa!” seru Jenny seraya menggoyang-goyangkan lengannya ke
atas sebagai tanda supaya Alexa menghampirinya
“Udah siap kan?” Tanya Jenny ketika Alexa sudah berada di
sampingnya.
Alexa mengangguk.
“Kenapa? Kok kusut banget mukanya.”
“Kurang tidur.” Jawab Alexa singkat. Ia tidak ingin membahas
apa yang terjadi kemarin malam.
Sesampainya di Bali hal pertama yang ingin dilakukannya
adalah pergi ke hotel lalu merebahkan diri di ranjang. Capek sekali. Dan ia
tidak biasa tidur sambil duduk.
“Kita kemana dulu sekarang? Belanja?
Makan?” Tanya Jenny bersemangat
“Hotel. Kita pergi ke hotel. Aku ingin tidur.” Ujar Alexa
seraya memijit dahinya. Ia juga belum makan dari tadi pagi.
“Kau memang membosankan.” Ujar Jenny kesal.
Alexa langsung terjun ke tempat tidur ketika ia sudah check
in. Tanpa mengganti pakaiannya ia mencoba nyaman dan berusaha memejamkan
matanya.
Ia terbangung karena ketukan terus menerus. Dengan kesal di
bukanya pintu itu.
“Alexa! Kau belum bersiap-siap? Sebentar lagi seminarnya
akan di mulai.”
Tampang Alexa memang
kacau balau. Rambut acak-acakkan, pakaian kusut, make up luntur.
“Kau harus membersihkan itu semua dalam waktu 15 menit. Aku
tunggu kau di ballroom.” Ujar Jenny lalu pergi meninggalkan kamar Alexa
Dengan langkah gontai, Alexa berjalan ke kamar mandi. Ia
masih mengantuk sekali, tapi karena tujuan awal ia kemari karena seminar bukan
karena liburan.
***
Seminar berlangsung membosankan. Walaupun sang pembicara
membawakan materi yang bagus, tapi entah mengapa terasa begitu membosankan.
Berkali-kali Alexa menguap menahan kantuk.
“Mau makan nggak?” Tanya Jenny ketika seminar telah usai.
“Maunya sih langsung tidur. Tapi dari tadi aku belum makan
nih.”
“Kita cari makan yuk. Jangan makan di hotel, mahal.”
Alexa hanya mengangguk. Ketika mereka hendak meninggalkan
lobby ada seseorang yang menepuk pundaknya. Alexa menoleh, dan didapatinya
Steve berada disana.
“Steve?” seru Alexa tak percaya.
“Hai.” Steve menunjukkan senyumannya
“Apa yang… hey… Steve? What are you doing here?” Tanya Jenny
tak kalah terkejutnya
“Hanya liburan. Aku meminta libur 3 hari.” Terlihat mata
Steve yang berbinar. “Kalian mau kemana?”
“Kita mau makan malam. Kau mau ikut?” Tanya Jenny berbaik
hati menawarkan.
“Apa? Tidak. Sepertinya Steve sudah makan. Iya kan Steve?”
Alexa melotot kepada Steve.
Raut wajah Steve terlihat sedang berpikir, lalu kemudian
senyum kembali tercecah di wajahnya. “Aku belum makan. Tentu saja aku mau
ikut.”
Steve dan Jenny sudah berjalan duluan, meninggalkan Alexa
yang hanya bisa termenung.
“Kebetulan sekali kita bisa bertemu denganmu disini, Steve.”
Ujar Jenny ramah, namun dia tak bisa menyembunyikan rasa ingin tahunya.
“Ya, kebetulan sekali.” Ujar Steve singkat, sepertinya ia
tak ingin membahas terlalu jauh.
Setelah itu acara makan malam berlangsung dengan diam. Entah
apa yang ada di benak masing-masing. Alexa pun tak ingin tahu.
“Selamat malam sayang.” Ucap Jenny seraya mencium kedua pipi
Alexa. “Besok kita akan bersenang-senang.” Jenny mengedipkan sebelah matanya,
terlihat genit. “Selamat malam, Steve.” Jenny lalu pergi memasuki lift,
meninggalkan Alexa berdua dengan Steve di depan pintu kamarnya. Kamar mereka
berbeda lantai.
“Kalau begitu, selamat malam juga Steve.” Ujar Alexa
menunduk lalu membalikkan badannya, berusaha membuka pintu kamarnya. Ketika
pintu terbuka dan ia masuk, Steve menghalanginya membuat pintu itu tak bisa
tertutup.
“Aku ingin bicara denganmu. Sebentar saja.” Ucapan Steve
menghentikan langkah Alexa.
“Kita bicara di dalam saja.” Alexa memutar kuncinya lalu
mendorong pintu. Alexa menaruh tasnya di kursi. Steve duduk di pinggir ranjang.
“Apa yang ingin kau bicarakan?” Alexa duduk di kursi di
sebrang Steve.
“Kau tidak ingin tahu mengapa aku mengikutimu kemari?” Tanya
Steve seraya mengangkat alisnya.
“Aku tidak perlu tahu apa yang kau ingin lakukan.” Alexa
menyampirkan kaki kanannya.
Lama mereka terdiam. Nada dering dari ponsel Alexa lah yang
memecah keheningan. Alexa mengangkat panggilan itu dan menjauh dari Steve.
“Jenny, ada apa?”
“Hei. Maaf menganggu tidurmu. Aku hanya memberitahumu kalau
besok kita akan pergi ke pantai. Tadi aku bertemu bule keren saat kembali ke
kamar dan dia mengajakku ke pantai, jadi aku mengajakmu.” Ujar Jenny girang.
“Kau sudah memiliki Reno dan sekarang kau menggoda seorang
bule?”
“Hei, aku tidak menggodanya dia sendiri yang datang,
lagipula Reno tidak tahu ini.”
“Baiklah, jam berapa?”
“Pagi jam 7. Aku akan menjemputmu besok. Kalau begitu
selamat malam sweatheart.”
Alexa menutup flap ponselnya, menaruhnya di atas meja rias.
Lalu berbalik menghadap Steve. Dilihatnya Steve tertidur terlentang dengan
kedua kaki masih menyentuh lantai. Didekatinya tubuh itu dengan perlahan. Alexa
duduk di samping Steve.
“Steve. Wake up. Kau tida bisa tidur disini.” Alexa
mengguncang tubuh Steve dengan pelan. Tidak ada reaksi dari Steve. “Steve…”
Tiba-tiba tangan Steve memeluknya. Membuatnya terjatuh,
menindih tubuh Steve. Wajahnya menghadap wajah Steve. Steve sudah membuka
matanya. Memandangi Alexa dengan tatapan dalamnya.
“Aku ingin tidur. Disini.” Ucap Steve singkat namun dalam.
“Kau tidak bisa tidur disini Steve. Bagaimana kalau ada yang
melihat kau keluar dari kamarku esok pagi?” Alexa berusaha melepaskan diri dari
Steve namun tidka bisa.
“Biarkan saja.” Steve mempererat pelukannya dan kembali
memejamkan mata. “Aku ingin tidur dengan posisi seperti ini.”
Alexa menaikkan alisnya. “Aku ini berat, Steve.”
Namun Steve tidak bergeming. Alexa tahu kalau Steve sedang
berpura-pura. Mana mungkin orang bisa tidur secepat itu.
“Oke. Kau mau tidur? Baik. Tapi tidak dengan posisi seperti
ini. Aku tidak bisa tidur.”
Mata Steve mulai terbuka. Segaris senyum mulai nampak dari
bibirnya.
“Dan sebaiknya kau ganti baju dulu.”
Steve memandangi dirinya. Alexa benar dia masih menggunakan
kemeja dan celana jeans lengkap dengan sepatu.
“Aku mau kau yang melepaskannya.” Seringai Steve.
“Lebih baik kau melepaskannya sendiri. Aku mau mandi.” Alexa
lalu bangkit dan berjalan ke kamar mandi.
****
Alexa keluar dari kamar mandi dengan sudah berganti baju
dengan lebih santi. Dilihatnya Steve sedang bermain dengan ponselnya. Steve
juga sudah melepas kemeja dan celana jeansnya. Sekarang dirinya sudah terbalut
selimut hotel hingga sebatas pinggang.
“Hai. Sudah selesai mandinya?” Steve meletakkan ponselnya di
meja samping tempat tidur.
Alexa mengangguk. “Ada apa?” Alexa mulai masuk ke dalam
selimut lalu meringkuk di balik pelukan hangat Steve, memeluk pinggang Steve
sambil berbaring miring.
“Ehm?”
“Kau tidak biasanya bermain dengan ponselmu. Ada panggilan
dari kantor?” Alexa memandang Steve. Wajah mereka hanya berpaut beberapa inchi.
“Ann menelephonku.” Ada jeda dari kata-katanya. “Dia
bertanya kapan aku pulang.”
Alexa tak berkomentar apapun. Ia memeluk erat pinggang Steve
dan meletakkan kepalanya di dada Steve yang bidang. Steve mengecup rambut Alexa
lalu mengusapnya dengan lembut.
“Kapan kau akan kembali ke Inggris?” Tanya Alexa tanpa
merubah posisinya
“Aku juga tidak tahu.” Steve masih mengusap kepala Alexa
dengan lembut.
“Masa kerjamu di Indonesia tinggal beberapa hari lagi.”
“Aku tahu.”
Hening dalam beberapa menit. Alexa hanya menikmati sentuhan
lembut Steve di kepalanya tanpa berbicara. Steve pun tidak mengatakan apapun.
Mereka menikmati keintiman yang tercipta.
“Tidurlah. Kau pasti lelah sekali.” Steve meletakkkan tangannya di punggung Alexa.
Alexa mendongak. “Kau juga harus tidur. Kau pasti lelah
mengejarku sampai kemari.”
Steve meringis. “Yeah. Aku lelah sekali. Kau tahu? Ternyata
cukup sulit mendapatkan tiket ke Bali tanpa pemesanan terlebih dahulu.”
Alexa tertawa. “Sudah pasti. Ini Bali, Steve.”
Steve mengecup kening Alexa lalu mematikan lampu tidur.
Ruangan menjadi gelap gulita.
“Kau masih takut gelap?” Steve memperbaiki posisinya agar
bisa lebih nyaman.
“Tidak kalau aku bersamamu.” Alexa kembali mempererat
pelukannya.
Mereka lalu tidur dengan lelapnya. Mencoba bermimpi akan
sesuatu hal yang indah. Melepaskan semua penat dan lelah yang dari tadi menumpuk
di tubuh mereka. Mereka butuh istirahat.
***
Ketukan di pintu kamar Alexa kian menganggu. Alexa berusaha
tak menghiraukannya dan kembali terlelap. Mencoba meraskan kembali kehangatan
tubuh Steve yang sedang mendekapnya.
Ketukan tersebut akhirnya menghilang. Alexa tersenyum ketika
sudah tidak di dengarnya lagi ketukan pintu yang menganggu itu.
Ketika ia kembali terlelap. Ponselnya berbunyi. Menandakan
ada panggilan masuk. Alexa kembali menggeliyat dan kembali mencoba tak
menghiraukannya.
“Sayang, ponselmu berbunyi.” Steve menggerakan tubuhnya dan
mencoba menggapai ponsel Alexa. “Ini dari Jenny.” Steve memberikan ponselnya
kepada Alexa, Alexa menerimanya dengan kesal
“Halo?” dengan malas ia menjawab telpon
“Alexa! Aku sedang berada di depan pintu kamarmu dan aku
sudah lelah untuk mengetuk pintu. Dimana kau sebenarnya?”
Alexa terperanjat. Ya tuhan! Dia ada janji dengan Jenny hari
ini. “Aku? Aku sedang tidak ada di kamar. Aku… sedang ada di café ya… sedang
sarapan.” Alexa sedikit berlari menghampiri pintu kamarnya. Dilihatnya dari
lubang kalau Jenny masih berada di depan pintunya. “Kau menyusul saja kemari.”
Jenny menghembuskan nafas kesal. “Kau memang benar-benar
menyebalkan, Alexa.” Sungut Jenny kemudian menutup panggilannya. Dapat dilihat
kalau ia sangat kesal sekali.
Alexa bernafas lega ketika dilihatnya Jenny sudah pergi dari
depan pintunya. Ia menutup flap ponselnya dan membalikkan tubuhnya.
“Ada apa?” Tanya Steve tampak heran. Ia mengikuti Alexa
ketika wanita itu dengan terburu-buru berlari menghampiri pintu.
“Sebenarnya aku ada janji dengan Jenny. Dia memintaku untuk
menemaninya ke pantai.” Alexa berjalan kembali tempat tidur dan duduk di
pinggir ranjang. Kepalanya terasa pusing sekali karena bangun tidur dan
langsung berlari ke pintu.
“Kau baik-baik saja?” Steve duduk di sebelahnya, memeluk
bahu Alexa, membuat terasa nyaman.
“Sedikit pusing.” Alexa memijit pelipisnya. Berusaha
menghilangkan rasa pusing itu.
Tiba-tiba Steve mencium bibirnya dan mengulumnya dengan
lembut. “ Sudah tidak pusing lagi?” Tanya Steve setelah melepaskan ciumannya.
Alexa sedikit tertegun dengan apa yang barusan terjadi. “Apa
yang kau lakukan?”
“Itu sedikit semangat untukmu. Kau mau lagi?” Steve kembali
mendekatkan wajahnya.
Alexa mendorong bahu Steve agar menjauh. “Aku mau mandi.”
Alexa segera berdiri, berjalan ke kamar mandi.
Steve hanya tersenyum. Menyentuh bibirnya kemudian
tersenyum.