Keesokan harinya sehabis kerja aku
menyempatkan diri untuk ke toko buah. Membeli beberapa buah untuk Krista.
Setelah membayarnya, ku bawa kantung plastic itu masuk ke dalam mobil dan
membawanya meluncur ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit aku langsung
masuk ke dalam lift. Tak perlu lagi mencari kamar Krista karena aku sudah
menghafalnya kemarin.
Aku langsung masuk ke dalam kamar perawatan
Krista dan menemukan Krista sedang berbicara dengan seorang laki-laki yang
membelakangiku. Krista langsung tersenyum ketika melihat ke datanganku.
Laki-laki itu langsung memutar tubuhnya dan arah matanya mengikuti pandangan
Krista. Laki-laki itu menggunakan setelan jas lengkap dengan dasinya.
Sepertinya ia orang penting.
“Hai Dika.” Sapa Krista dengan suaranya
yang lemah. Aku membalasnya dengan tersenyum
“Untukmu.” Aku memberikannya kantung
plastic berisi buah-buahan yang aku beli tadi. Ia menerimanya dengan senyum.
“Terima kasih. Oh ya, kenalkan ini
kakakku, Hans.” Aku menngulurkan tanganky dan ia menyambutnya. Jabatan
tangannya terasa begitu tegas dank eras. Sepertinya wataknya orang yang keras.
“Hans.”
“Dika.” Sedetik kemudian tercipta
keheningan di antara kami bertiga. Keheningan itu di pecah oleh suara ponsel
yang berbunyi. Hans lalu merogoh sakunya dan mengeluarkan ponselnya, ia meminta
izin keluar sebentar untuk menerima panggilan itu.
“Kamu baru pulang kerja?” tanya Krista
kemudian. Aku menjawabnya dengan mengangguk. “Bagaimana keadaan di kantor?”
“Semua orang-orang kantor menanyakan
kabarmu. Mereka menyampaikan salam, mungkin besok baru bisa menengokmu.”
Krista tersenyum lembut. Matanya tampak
menerawang. “Ingin rasanya kembali ke kantor secepatnya. Aku bosan disini.”
“Kalau begitu kamu harus cepat sembuh.
Lisa dan karyawan yang lain merindukan celotehanmu.”
Krista kembali tersenyum. Senyumnya
menampakan bahwa ia begitu rapuh. Kulitnya masih pucat dan ia tampak kurus.
Hans kembali masuk ke dalam kamar. Ia
meminta maaf harus pergi karena ada pekerjaan mendadak. Hans mengecup kening
Krista dan mengatakan cepat sembuh, lalu menjabat tanganku kembali dan pergi.
“Kakakmu sepertinya sibuk sekali.”
Gumamku masih memandangi pintu.
“Begitulah. Ia harus kembali ke
Singapura sesegera mungkin.”
“Singapura?” tanyaku terkejut.
“Kakakku ttinggal di Singapura bersama
papa. Kakakku harus mengambil alih perusahaan papa di Singapura.”
Perusahaan? Berarti Krista adalah ornag
yang sangat berada. Mengapa ia harus bekerja sebagai karyawan di Indonesia
kalau keluarganya termasuk orang kaya?
“Mamamu? Kamu bilang kakakmu tinggal
bersama papa, bagaimana mama mu?”
“Mama sudah lama meninggal. Mama
meninggal saat aku masih SMA dulu.” Jawab Krista dengan tenangnya. Aku langsung
tersentak kaget.
“Maaf. Aku… aku tidak tahu.”
“Tidak apa-apa, itu pertanyaan yang
wajar. Oh ya, kamu sudah makan?”
Aku menggeleng. Aku memang belum makan.
Setelah pulang kantor aku langsung kemari.
“Kalau tidak salah tadi ada yang
membawakanku nasi dan ayam bakar, tapi karena aku belum boleh makan makanan
yang seperti itu…. Kalau kamu mau makan saja. Masih hangat kok.” Krista
menngeluarkan tempat makan berisi nasi dan ayam bakar.
“Tidak usah. Aku bisa membeli makanan di
luar. Tidak usah repot-repot.”
Krista menggeleng. “Aku tidak repot.
Makan saja, sayang sekali kalau tidak di makan.”
Aku pun mengambil tempat makan tersebut
dari tangan Krista dan membukanya. Harum ayam yang begitu semerbak langsung
membuat kelenjar air liurku bertambah. Harumnya membuat nafsu makanku
bertambah.
“Makan disini. Ayo duduk.” Krista
menepuk-nepuk kursi yang berada di sampingnya. Aku pun duduk disitu dengan
memangku makananku.
Aku menyendokkan nasi dan ayam masuk ke
dalam mulutku. Rasa ayam yang begitu nikmat langsung menyentuh indera perasaku.
Tanpa kusadari aku makan dengan lahapnya.
Krista tertawa terkikik. Aku menatapnya
dengan bingung.
“Lapar ya? Lahap sekali makannya.”
Ujarnya lalu kembali tertawa. Aku di buat malu olehnya. Tiba-tiba jari-jari
Krista terulur menyentuh sudut mulutku. Aku membeku. “Ada nasi di mulutmu.” Ia
lalu mengambil nasi tersebut dan menaruhnya di atas tissue. Ia kembali
tersenyum menatapku. Aku terdiam. Kelakuannya terhadapku begitu baik. Sangat
baik.
“Kok diam. Kenapa tidak di lanjutkan
makanannya?” pertanyaannya membuyarkan lamunanku. Aku kembali melanjutkan
makanku dengan kikuk.
Aku kembali ke samping ranjang Krista
setelah mencuci tangan dan mulutku. Ia sedang menonton televise ketika aku
mengeringkan tanganku dengan tissue. Aku melihat waktu di jam tanganku.
“Sepertinya aku harus pulang. Sudah
malam. Kamu juga harus istriahat. Terima kasih ya makanannya.”
“Sama-sama. Terima kasih juga karena mau
menjengukku.” Krista tersenyum dengan lembutnya
Aku mengecup kening Krista, membuatnya
terkejut dan langsung memundurkan kepalanya. Ia menatap mataku dengan bingung.
Aku juga bingung dengan apa yang barusan ku lakukan. Itu reflek. Aku tidak
bermaksud, sungguh.
“Maaf. Aku tidak… bermaksud. Sungguh.”
Ucapku terbata-bata.
Krista tampaknya masih syok. Karena ia
mengangguk tapi matanya tidak melihat ke arahku.
“Kalau begitu aku pulang dulu.” Aku
langsung keluar dari kamar Krista tanpa melihat ke arahnya lagi. Aku masuk
dalam lift dengan perasaan kacau. Aku merasa orang yang mencium kening Krista
tadi bukanlah aku. Aku mengacak rambutku. Pasti Krista berpikiran yang buruk
tentangku. Argh…
Yey!!! Dika udh mulai jtuh cinta sma Krista.. Lalala~\=D/
ReplyDeleteyeay.... aku juga seneng. akhirnya ku berbakat jadi cupid... :tring tring tring:
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeletedilanjut lagi dunk..... jadi penasaran gmn akhirnya dika n krista bs bersama
ReplyDelete