Monday 14 October 2013

Wrong Or Right Part 14

masih ingat sama Alexa, Steve, dan Davin? ini lanjutannya... :)




Alexa sedang menaruh makanan terakhirnya ketika terdengar suara bel berbunyi. Setelah mencuci tangannya, ia membuka pintu.
Steve berada di hadapannya dengan senyum khasnya.
“Untukmu.” Steve mengeluarkan sebucket bunga mawar yang ia sembunyikan di balik punggungnya.
“Thanks.” Alexa tersenyum memandang bunga di hadapannya. Romantic sekali. “Kau tidak perlu melakukan ini.”
“Ya. Aku harus. Anggap saja sebagai hadiah karena kau mampu menjadi model pengganti yang baik.” Steve mengecup kening Alexa sebelum melangkah masuk. Alexa lalu menutup pintu dan menguncinya.
“Kau masak apa?”
Alexa meletakkan bunga itu di atas meja ruang tamunya. “Tidak banyak hanya spaghetti dan ayam lada hitam. Tidak banyak bahan makanan di dalam kulkasku.”
“Itu cukup untuk kita berdua.” Steve memeluk Alexa dari belakang lalu mencium rambutnya. Menghirup aroma shampoo khas dari Alexa.
“Kau mau langsung makan? oh ya aku membuat kue tiramisu tadi. Kupersiapkan untuk dessert.”
Steve melepaskan pelukannya. “Baik. Aku sudah merasa lapar, lagipula sudah tidak lama aku tidak mencicipi makananmu.”
***  
“Bisa kau ceritakan bagaimana kau bisa menjadi model pengganti tadi siang?” Tanya Steve seraya memainkan garpu di tangannya. Piringnya sudah kosong.
Alexa mengangkat bahu. “Itu semua begitu mendadak. Aku juga tadinya tidak mau menjadi model pengganti. Kau pasti malu harus beradegan dengan model amatiran seperti aku.”
“Siapa bilang aku malu?” Alexa mendongak. “Aku senang kau yang menjadi model penggantinya. Kau membuatku….bergairah.”
Alexa langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Terkejut akan kata-kata sensual dari Steve.
“Siapa yang tidak bergairah melihat kau begitu sexy dengan gaun merah terang itu.” Steve meneguk air putih miliknya hingga habis, lalu bangkit dari kursi menghampiri Alexa yang berada di sebrangnya, masih duduk di kursi. Membungkuk, melingkarkan lengannya di bahu Alexa dan mencium kening Alexa dengan sayang.
“Aku mencintaimu kau tahu? Aku merindukanmu. Selalu.” Steve mencium telinga Alexa. Menimbulkan suatu getaran kecil yang menggelitik.
Alexa menggeliyat. “Aku harus membereskan piring, Steve. Kita bisa lanjutkan ini nanti.”
Steve melepaskan pelukannya. “Ok. Aku tunggu kau di kamar.”
***
Steve sedang sibuk dengan ponselnya ketika Alexa sampai di dalam kamar. Steve yang membelakanginya langsung memutar tubuhnya ketika menyadari ada seseorang di belakangnya. Ia memasang senyum ketika melihat Alexa.
“Tentu, sweetheart. Kita akan jalan-jalan di taman bersama. Daddy janji, Daddy akan pulang secepatnya. Ok. Goodbye sweetheart.” Steve menutup flap ponselnya lalu menaruhnya di atas meja rias. Steve mendekatinya lalu memeluk tubuhnya dari belakang.
“Bianca, huh?”
Steve mencium ubun-ubun dan menghirup aroma shampoo yang dipakai Alexa. “Semakin hari, dia semakin besar. Senang rasanya aku menjadi bagian dari mereka.”
Alexa memutar tubuhnya. Wajahnya langsung bertatapan dengan Steve. Dibelainya wajah Steve dengan punggung tangannya yang lembut. “Kau seorang ayah yang baik. Kau begitu mencintai mereka. Aku iri pada mereka.”
Steve mengernyit. “Kau cemburu? Pada anak-anakku?”
Alexa tersenyum lembut. “Mereka memilikimu tanpa bisa melepasmu. Kau terikat selamanya.”
Steve mengecup lembut bibir Alexa. “Kau memilikiku, Alexa. Selamanya. Disini.” Steve meletakkan telapak tangan Alexa tepat di atas jantungnya. Alexa merasakan jantung Steve yang berdetak dengan teratur. “Sebaiknya kita tidur. Ini sudah larut dan aku merindukanmu.” Steve menghela Alexa dan meletakkannya di atas ranjang dengan perlahan.
Steve mengunci Alexa yang kini berada di bawahnya. Mengujaminya dengan ciuman-ciuman lembut pada lehernya yang jenjang. Alexa mengangkat wajah Steve dan menahannya dengan kedua tangannya. Dapat dilihatnya mata Steve yang berkabut karena gairah.
“Kau bilang kita harus cepat tidur.”
“Nanti, setelah aku melampiaskan rasa rinduku ini. Ayolah, kau pasti juga merindukan aku kan? Merindukan Steve Junior ini?” Ujar Steve dengan senyum menggoda.
Alexa menggeleng. “Aku tidak merindukannya.” Ia berusaha untuk serius, namun wajahnya tak mampu menyembunyikan senyum.
“Oh, kini kau akan merindukannya.” Steve kembali mencium bibir Alexa, melumatnya membuat Alexa terlena akan kelembutannya. Ia merangkulkan lengannya di leher Steve. Membalas lumatan pada mulutnya.
Nafas mereka terengah-engah ketika Steve melepaskan pangutannya. Oh tuhan, dia sangat merindukannya….
“Aku mencintaimu.”
“Aku juga mencintaimu, Steve.”
Lalu mereka kembali terbuai dengan gairah mereka masing-masing. Mencoba melepaskan segala rindu dan kebutuhan mereka.
***  
Mimpi Alexa terganggu dengan suara ponsel. Ia menutup telinganya dengan bantal dan kembali mencoba untuk tidur. Siapa yang menelpon pagi-pagi begini?
“Sayang, ponselmu berbunyi.”  Ujar Steve yang masih memejamkan matanya, membalikkan badannya dan memeluk Alexa dari belakang.
Bunyi itu tak berhenti. Dengan geram ia melemparkan bantalnya dan meraih ponsel miliknya dengan cepat.
“Halo!” Seru Alexa kesal. Ia tidak peduli dengan siapa ia berbicara. Orang ini jelas-jelas sudah mengganggu hari Minggunya.
“Alexa, sayang? Kau baru bangun?”
“Mama?” Alexa langsung bangkit dari tempat tidur. Matanya yang tadi mengantuk kini sudah sirna. Steve yang berada di sampingnya mengerjapkan mata.
“Ada apa sayang?” tanyanya khawatir
“Itu suara siapa, Alexa?” Alexa langsung menjauhkan ponselnya dan menutup speakernya dengan telapak tangan.
“That’s my mom.” Bisiknya. Steve hanya mengedikkan bahu dan mengucapkan maaf.
“Halo? Mama?”
“Tadi ada suara laki-laki itu siapa? Temen kamu?”
“Hah? Bukan. Aku kan sendirian di apartement mana mungkin ada laki-laki.”
Kemudian hening beberapa lama di telpon sana. “Baiklah, mama percaya kamu nggak macam-macam.”
“Mama ada apa telpon pagi-pagi begini? Ini baru-” Alexa melirik jam yang berada di atas mejanya. “Jam 6 pagi.”
“Akh, maaf mengganggumu sepagi ini. Mama dan Sinta sedang berada di Jakarta sekarang. Kemarin kami menghadiri pernikahan Frida dan Sony, itu temanmu waktu kecil. Kebetulan pernikahannya di Jakarta. Jadi, kami memutuskan untuk menengok keadanmu. Kamu hari ini nggak kemana-mana kan sayang?”
“Nggak kok ma. Kalau memang mau datang, nggak apa-apa.”
“Baiklah, kami masih di hotel sekarang. Mungkin nanti siang kami baru bisa kesana. Sampai bertemu nanti sayang.”
Alexa langsung menutup flap ponselnya dan kembali meletakkannya di atas meja. Ia kembali membaringkan tubuhnya di atas kasur dan mencoba untuk tidur kembali.
“What’s happen?” Tanya Steve memandang wajah Alexa dengan tanya. Ia tadi tidak mengerti sama sekali apa yang dibicarakan oleh Alexa barusan.
“My mom want to come here, this afternoon.”
“Jadi, aku harus pergi dari sini nanti siang?”
Alexa tersenyum meminta maaf. “Sorry.” ia mengusap wajah Steve dengan sayang. Mengagumi wajah tampan pria yang berada di atas ranjangnya. Oh, ia lupa kalau ia sedang telanjang bulat di atas ranjangnya.
“Padahal aku ingin mengajakmu pergi hari ini.”
Alexa mengernyit. “Kemana?”
Steve tersenyum misterius. “That’s a secret.”
Alexa cemberut. Ia tidak terlalu suka dengan rahasia, kejutan, atau apalah namanya. Yang pasti ia tidak suka bila tidak diberi penjelasan.
“I hate a secret.”
“Well, you’ll be like this secret.” Steve lalu mengecup bibir Alexa dengan cepat lalu bangkit dari tempat tidur.
“Kau mau kemana?”
“Suara telponmu tadi sudah membuatku terjaga penuh. Aku mau mandi. Kau mau ikut?” tanya Steve dengan senyum menggoda.
“Tidak, terima kasih. Aku masih ingin tidur.” Alexa lalu menarik selimutnya lalu kembali tidur.

(Mister)ious



“Apa yang sebenarnya kau inginkan Ms. Kalista?” mata birunya yang tajam itu menatap diriku. Aku sempat menciut, namun aku melemparkan pandanganku ke samping. ‘Kau harus berani. Kau harus berani.’
“Sebuah berita. Aku ingin sebuah berita.” Ucapku dengan penuh tekad. dengan beraninya aku menatap kembali matanya. Menantang dirinya
“Berita? Berita apa?”
“Ada sesuatu yang kau sembunyikan Mr. Anderson. And I want to know about that.”
Mata biru itu kembali menatapku dengan intens. Sebelum kemudian ia melempar pandangannya ke samping dan tertawa.
“Dan apa yang aku sembunyikan itu?” ia menaikkan alisnya. Huh, dia mencemooh diriku rupanya.
“Aku akan cari tahu itu. Aku adalah seorang reporter, sudah tugasku untuk mencari.”
 Ia lalu berjalan mendekatiku. Reflex, aku memundurkan kakiku, sepertinya kaki ku udah mencium aura yang menakutkan. Ia berhenti tepat beberapa centi dari wajahku. Walaupun aku harus mengangkat kepalaku agar bisa melihat wajahnya, namun aku masih bisa melihat mata birunya dengan jelas.
“Kalau begitu selamat mencari, Ms. Kalista. Aku harap aku tidak akan mengecewakanmu.”
Ia lalu berjalan melewatiku dan keluar dari ruangannya. Meninggalkan aku berdiri sendirian di ruangannya yang luas ini.
“Hhhh…” tanpa kusadari aku menahan nafas dari tadi, untung saja aku tidak pingsan karena kekurangan oksigen. Aura itu… aku memang bukan pembaca aura, tapi siapa pun yang berada di dekatnya pasti bisa merasakan aura dominasinya. Ya, aku hampir mencicit seperti tikus di gorong-gorong bila harus berdekatan dengannya beberapa detik lagi.
Aku memejamkan mataku. mencoba melafalkan kembali mantra-mantra dalam otakku. ‘Ini demi karirmu… kau pasti bisa kawan. Kau pasti bisa atau kau di pecat.’
“Akan ku cari tahu siapa kau sebenarnya, Jeremiah Anderson.” Ucapku penuh tekad. Kulihat figura foto dirinya yang terpajang di atas sofa. Aku menatap foto itu dengan tajam. “Kita lihat saja nanti.”


bingung? Siapa Kalista? siapa Jeremiah Anderson? Well,  ini salah satu bagian dari cerita terbaru aku. Masih dalam tahap rancangan acak belum masuk ke tulisan masih dalam bentuk coret-coretan. Aku belum berani post sebelum cerita ini rampung. tema cerita ini sangat berbeda dari cerita yang lain. lebih 'gelap' lebih membingungkan dan lebih mysterious. doakan saja semoga cepat rampung jadi kalian bisa cepat menikmatinya : -salam-
nb: kenapa gambarnya Ian Somerhalder? karena pas bikin cerita ini aku bayangin dia. wajahnya cocok banget untuk karakter yang misterious-misterious.  

Tuesday 1 October 2013

Always Love You Part 10

Yeaaaayyyy.... i'm back yuhu..... mana suaranya!!!!1 *krik...kriiikkk...* -___-
okelah gak apa-apa. 
dikarenakan saya sdh di kejar2 oleh hantu praktikum dan tugas jadi maafkan sy klo lamaaaa sekali update. rasanya sy ingin cium satu2 asdosnya karena berhasil membuat sy tepar di kostan. 
okelah sy akhiri dulu curhatan gk bermutu sy ini. Selamat menikmati cerita sy yg kacau binti aneh ini hahaha :D




Hari ini aku berencana membereskan apartementku. Sudah beberapa bulan ini aku sibuk dan menelantarkan apartementku. Untungnya sekarang sudah libur kuliah jadi sebelum aku meninggalkan apartemenku dan pulang ke desa, sebaiknya aku membersihkannya dulu.
Andreas sudah pergi bekerja pagi tadi. Ia sempat sulit di bangunkan, aku merasa seperti membangunkan seorang anak kecil karena ia terus merajuk. Setelah menagih morning kiss akhirnya ia mau memindahkan bokongnya menuju ke kamar mandi.
Aku sempat mencium wangi parfumnya yang membuatku, well, tergila-gila ketika ia mencium ku di depan pintu. Tampilannya begitu mempesona dengan setelan jas yang sepertinya di buat khusus untuknya, karena begitu pas membungkus tubuh sexy-nya. Rambutnya yang disisir rapi menambah kesan bahwa ia orang terpandang. Tuhan, benarkah ia kekasihku? Mengapa aku merasa begitu jauh.
Suara deringan telpon membuyarkan lamunanku. Aku melihat ID sang penelpon. Paula. Anak itu. Mau apa dia pagi-pagi begini?
“Halo?”
“Halo, Claura. Morning honey.” Ucapnya dengan nada ceria.
“Morning Paula.” Ucapku tak bersemangat.
“Kau punya rencana apa hari ini?”
“Well, aku berencana untuk membersihkan apartementku yang sekarnag penuh debu.”
“Uuuuhhhh… sepertinya membosankan. Bagaimana kalau kita belanja?”
“Aku sedang tidak punya uang.” Jawabku santai.
Paula mendengus. “Tidak seru.” Cibirnya.
“Tidak biasanya kau menelpon ku sepagi ini, Paula.” Aku mendudukkan diriku di sofa. Ternyata berdiri terlalu lama membuat kakiku kram.
“Yeah, aku bosan. Mom and Dad pergi bersama Gerald ke kantor Gerald hari ini. Anak pintar itu sungguh beruntung. Sudah lulus dengan predikat cum laude dan sekarang ia sudah dapat pekerjaan, benar-benar membuatku iri.” Sepertinya bukan hanya kau saja yang iri, Paula, ucapku dalam hati.
“Lalu?”
“Lalu. Aku menelponmu dan sepertinya kau sudah punya rencana.”
“Hanya membersihkan apartement Paula.” Aku memutar mataku. dia selalu saja melebih-lebihkan. “Kalau kau mau, kau bisa datang ke tempatku dan membantuku.”
“Baiklah. Beri aku waktu 20 menit dan aku akan sampai.” Lalu telpon itu langsung di matikan. Aku hanya mendengus. Selalu saja ia yang mematikan telponnya.
Setelah meletakkan ponselku. Aku mulai memungut pakaian kotor dari dalam kaamr dan membawanya ke dalam mesin cuci. Aku lebih suka mencuci sendiri dari pada harus membawanya ke laudry. Lebih murah dan lebih efisien, begitulah menurutku.
20 menit kemudian. Terdengar bel berbunyi. Sepertinya Paula sudah datang. Aku bergegas membuka pintu dan menemukan Paula sedang melipat tangannya di depan dada, menunggu dengan kesal.
“Kau lama sekali.” Sungutnya kesal.
“Kau terlalu berlebihan.”
Paula langsung masuk ke dalam. Ia menaruh tasnya di sofa disusul didirnya yang duduk disana. Matanya menatap sekeliling apartementku.
“Apartmentmu bersih. Apanya yang mau di bersihkan?”
“Menurutku ini kotor. Lagipula aku mau meninggalkan apartementku untuk pulang ke desa jadi lebih baik aku meninggalkannya dalam keadaan bersih.”
“Kau mau pulang?” tanyanya terkejut.
Aku mengangguk. “Mungkin ini saatnya aku pulang. Aku merindukan Mom.”
“Yeah, mungkin sudah waktunya.” Paula lalu menghembuskan nafas dan berdiri dari kursi.
“Oke, apa yang bisa kubantu?”
#####
Ketika aku sedang mengelap meja makan dan Paula sedang menyapu lantai, tiba-tiba terdengar bel berbunyi. Menandakan ada tamu.
“Biar aku saja.” Aku kemudian mencuci tanganku sebelum membuka pintu. “Andreas?” tanyaku terkejut ketika menemukan Andreas berdiri di depan pintu.
“Hey, sayang.” Andreas kemudian memelukku dan menyusupkan wajahnya di leherku. Aku masih berdiri dengan kaku. “Kenapa? Kau tidak suka aku pulang?”
Aku langsung menggeleng. “Tidak. Bukan begitu. Hanya saja… kau tidak biasanya pulang jam segini.”
Andreas tersenyum lembut. “Hari ini aku hanya ada rapat. Aku merindukanmu jadi aku cepat pulang. Dan bukankah kau bilang kau ingin membersihkan apartement?”
“Claura… siapa… oh!”
Yeah. Ini yang aku takutkan.
“Siapa dia?” bisik Paula di telingaku.
Aku menghela nafas. Mungkin ini sudah saatnya.
“Paula ini Andreas. Andreas ini Paula.”
Andreas tersenyum lembut. Ia yang pertama kali mengulurkan tangan selanjutnya Paula menerima uluran tersebut dan menjabatnya. Wajahnya masih terlihat bingung.
“Dan Andreas itu adalah?” tanya Paula mengamati Andreas.
“Kekasihku.”
“Claura!”
Aku langsung menutup kedua telingaku karena Paula baru saja berteriak. Bayangkan jaraknya hanya beberapa centi dan itu cukup membuat telingaku berdengung.
“Oh tuhan! Akhirnya…” Paula langsung memelukku dengan erat. Saking eratnya mampu meremukkan badanku .
“Apa maksudmu dengan akhirnya?” tanyaku sinis
“Akhirnya kau punya pacar juga!” aku menatap Paula dengan menaikkan alisku, namun sepertinya Paula tidka melihatnya karena dia sibuk berpelukkan dengan Andreas. Hey! Jangan sentuh pacarku!
“Kau beruntung, man. Sangat beruntung. Claura adalah orang yang baik dan bertanggung jawab. Kau tidak salah memilih dia.” Celoteh Paula dengan semangatnya
“Yeah, beruntungnya aku.” Ucap Andreas masih tetap tenang.
“Bisakah kita masuk ke dalam? Karena aku tidak suka menjadi tontonan.” Ucapku menginterupsi perbincangan mereka.
###
“Jadi… sudah berapa lama kalian bersama?”
Kami sedang duduk bertiga di ruang tengah. Dengan sangat terpaksa, acara membersihkan apartement harus di tunda karena Paula sangat ingin berbicara dengan Andreas.
“Cukup lama. 4 bulan? Aku tidak menghitungnya.” Jawabku tak acuh. Sungguh aku tidak menghitungnya.
“Ck… tidak seru. Bagaimana cara kalian bertemu? Pasti romantic sekali.”
Andreas tersenyum. “Kami bertemu saat ia mengembalikkan dompetku yang jatuh.”
“Oh! Jangan katakana kalau kau laki-laki itu!”
Alis Andreas mengkerut. “Laki-laki itu?”
“Ya! Laki-laki yang dompetnya di kembalikan oleh Claura tapi kau mengatai dia pencuri dan membuat dia tidak bisa ikut ujian.”
“Sepertinya aku memang laki-laki itu.”
“Oh… kau memang brengsek.” Ujar Paula seraya menyipitkan matanya. Tapi aku tahu kata-katanya itu hanya bercanda. Tapi tetap saja…
Aku langsung memelototinya. Namun Paula tak menggubrisku.
“Aku anggap itu sebagai pujian.” Ucap Andreas tenang.
“Berapa umurmu?”
“39.”
“What?! Claura! Kau mau pacaran dengan lelaki tua seperti ini?”
Oh tuhan! Andaikan aku memiliki lakban saat ini.
“Tapi tak apa. Wajahmu tidak menandakan kau lelaki tuan berumur 39 tahun. Tapi kau single kan? Maksudku kau dan Claura tidak berselingkuh di belakang istrimu kan?”
AKU BUTUH PISAU SAAT INI