Saturday 20 April 2013

Wrong or Right? Part 5



 Alexa bangun dengan kepala pusing setengah mati. Tadi malam ia minum banyak sekali. Ini semua gara-gara Steve. Ia sudah bersumpah untuk tidak minum lagi, tapi sekarang ia merasa kesakitan karena sudah minum 5 gelas vodka. Sial!
Dengan langkah gontai, Alexa berjalan ke kamar mandi. Untung saja hari ini hari Sabtu. Langkahnya terhenti ketika melihat sesosok tubuh sedang tertidur di sofa. Dengan perasaan takut, Alexa menghampiri tubuh tersebut. Astaga! Davin! Apa yang di lakukan laki-laki ini disini? Di apartementku?
Alexa mencoba mengingat-ingat kejadian tadi malam. Tapi semakin ia berusaha, ingatan tentang Steve menelponlah yang muncul. Lebih baik aku tidak mengingat apapun. Laki-laki ini tertidur dengan posisi duduk, tangannya di lipat di atas dada, dan kepalanya ia senderkan di lengan sofa.
Tiba-tiba saja tubuh yang sejak dari tadi ia lihat itu menggeliat mungkin menyadari bahwa dari tadi ada yang memandanginya. Perlahan mata Davin terbuka, pertama kali yang dlihatnya adalah wajah Alexa.
"Pagi." Ucapnya dengan santai seperti tidak ada hal yang aneh.
Alexa masih menatapnya tajam. "Bisakah kau ceritakan padaku bagaimana kau bisa tidur disini? Di sofaku?"
Davin menguap. "Kau tidak ingat? Kau mabuk. Aku membawamu kesini, tadinya aku ingin meninggalkanmu di bawah tapi aku khawatir. Lalu aku membawamu ke atas, kesini. Kau membuka apartementmu. Masuk ke kamarmu, meninggalkan aku sendirian seperti orang bodoh." Ucap Davin panjang lebar.
"Mengapa tak kau tinggalkan aku sendiri disini, ketika aku sudah masuk ke kamarku. Atau kau...." Ucapan Alexa menggantung, dan tatapannya menyelidik.
"Wow wow tunggu dulu." Davin menarik nafas. "Aku tidak bermaksud yang bukan-bukan tapi tadi malam kau mengigau. Kau menyebut nama Steve dan Leave me alone, berulang kali. Aku jadi tambah khawatir dengan sikapmu itu. Jadi aku memutuskan untuk menginap." Ucapnya lalu beranjak dari kursi.
"Kamar mandi dimana? Aku ingin mandi, badanku lengket semua."
Alexa menunjuk ke pintu yang berada di ujung ruangan. Davin mengangguk.
"Kau punya baju ganti? Dan sikat gigi?" Ucap Davin nyengir, membuat Alexa menjadi tambah sebal.
"Akan ku cari bajuku yang kebesaran. Sikat gigi dan handuk ada di laci kamar mandi." Ucapnya lalu kembali ke kamar mandi, mencari baju untuk Davin
Selagi Davin mandi, baju sudah disiapkan di atas sofa. Alexa kini duduk di pinggi ranjang. Merenung. Tadi malam ia mengigau? Mungkin dia kelelahan. Tapi kenapa harus nama Steve yang keluar? Argh!!! Sial!
Terdengar suara pintu kamar mandi terbuka, membuyarkan lamunan Alexa. Alexa keluar dari kamar dan melihat Davin yang hanya terbalut handuk yang menutupi dari pinggang ke bawah. Rambutnya yang hitam terlihat basah. Ya tuhan... ia telanjang dada dan… begitu sexy. Davin memandangi pakaian yang di siapkan Alexa barusan.
"Kenapa?" Tanya Alexa
"Kau serius nih?" Davin menaikkan alisnya. "Hanya kaus U2 dan celana pendek?" tanyanya tak percaya.
"Hanya itu yang ada di lemariku. Yang lainnya pasti tidak akan muat di tubuhmu."
Davin menghela nafas berat, lalu mengangkat bahunya. "Mau gimana lagi?" gumamnya
Alexa mengerutkan bibirnya. Apa maksudnya mau gimana lagi? Siapa juga yang mengajak pria ini tidur di rumahnya? Menyebalkan sekali.
"Apa yang kau lakukan?" Seru Alexa ketika melihat Davin memegang ujung handuk yang melilitnya.
"Ganti baju." Ucap Davin polos.
"Di kamarku sana! Jangan disini!" Ujar Alexa seraya mempercepat langkahnya ke kamar mandi. Oh tuhan... Kenapa kau pertemukan aku dengan pria aneh ini?

*****

Kemarin Steve hanya iseng saja menelpon ke ponsel Alexa. Gadis itu pasti sudah mengganti nomor ponselnya, batin Steve. Hampir saja pada dering ke tiga ia hendak memutus sambungan, tapi tiba-tiba ada yang menjawab telponnya.
"Alexa?" Dengan spontan Steve menyebut nama itu.
Hening. Tak ada jawaban apapun dari sana. Steve memastikan kembali kalau telponnya masih tersambung.
"Halo? Alexa?" tetap tidak ada jawaban.
Steve hampir menyerah dan hendak menutup telpon itu. Mungkin ia salah orang, pikirnya. Tapi tiba-tiba terdengar suara seorang pria. Steve bersumpah ia mendengar pria itu memanggil nama Alexa.
"Itu siapa? Itu siapa? Itu suara siapa? Itu suara laki-laki kan? Alexa!" Steve tidak tahu mengapa dirinya tiba-tiba marah. Memikirkan Alexa bersama pria lain? Rasanya tidak sanggup bagi Steve.
"Alexa Ardy!!! Tolong berbicara denganku!!!"
"What do you want?!" Teriak Alexa tiba-tiba. Steve langsung terdiam ketika mendengar suara gadis itu. Ini benar-benar Alexa. Dan dia terdengar marah.
"What do you want, Steve? Can you just leave me alone?" Nada suara Alexa terdengar menurun. "Its over, Steve. Over. Please let me try to recovered my life again. Let me go."
Steve berusaha mencari kata-kata yang tepat. "I miss you, Alexa."
"Dont say it anymore! Never ever again." Suara Alexa kini terdengar kalut
"Tolong bilang padaku kalau kau juga merindukan aku. Setelah itu aku tidak akan mengganggumu lagi. Aku mohon." Aku mohon, Alexa. Aku mohon. Biarkan aku tahu kau masih ingat padaku.
Tiba-tiba sambungan terputus. Steve menatap ponselnya dengan alis berkerut. Apa yang terjadi? Apakah... Apakah Alexa yang mematikan telponnya?. Steve menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi. Gadis itu benar-benar ingin melupakannya. Bagaimana? Bagaimana bisa? Semudah itukah ia bisa melupakan semuanya? Apakah waktu 5 tahun cukup membuatnya benar-benar pergi dari Steve? Aku benar- benar harus bertemu dengannya. Harus.
 
*****

Alexa mencium bau masakan ketika keluar dari kamar mandi. Masih dengan handuk di kepalanya, Alexa menghampiri bau sedap yang berasal dari dapurnya itu.
"Hai!" Seru Davin ketika melihat sosok Alexa di depan pintu dapur.
"Kau bisa memasak?" Tanya Alexa tanpa mengubris sapaan hangat Davin
"Kau tidak percaya ya?" Ucap Davin nyengir. " Aku pernah tinggal di Inggris sendirian ketika aku belajar modeling disana, yang mau tak mau aku harus bisa masak sendiri." Lanjutnya seraya membalikkan telur yang berada di wajan.
Alexa hanya mengangguk kecil. "Aku juga pernah tinggal di Inggris. Liverpool tepatnya."
Davin langsung menatapnya, tidak percaya. "Really? Tak heran kemarin bahasa Inggrismu bagus dan terdengar sedikit aksennya."
"Ngomong-ngomong kau masak apa?" Tanya Alexa seraya melongok ke wajan.
"Omelet. Itu makanan yang cocok untuk sarapan. Omelet isi sossis." Davin menengok ke sana ke mari. "Bisa tolong ambilkan piring?"
Alexa langsung menyambar lemari yang berada di atas kepala Davin, lalu mengambil dua buah piring dan menyerahkannya pada Davin.
"Terima kasih." Ucap Davin ramah. Alexa tak menyangka senyum laki-laki ini begitu manis.
"Oh ya. Bajumu... Ehm... Bagaimana kabarnya?" tanya Alexa ragu-ragu. Tadinya ia tidak mau memikirkan tentang soal kemarin tapi entah kenapa kejadian kemarin teringat kembali.
"Aku yakin pasti sudah kering. Cuma air putih ini. Tidak perlu di permasalahkan." Davin meletakkan omelet di piring pertama.
Alexa hanya menunduk lalu mengangguk kecil.
"Kau mengenal Jenny?" tanya Davin seraya meletakkan wajan di tempat cucian. Alexa melihat ke kedua piring tersebut, dan dua-duanya sudah terisi telur.
"Dia temanku. Kami bekerja di perusahaan yang sama, dan bidang yang sama pula." Alexa memberikan sendok dan garpu pada Davin.
"Kau bekerja di perusahaan Adidas? Sebagai humas?" tanya Davin sedikit tidak percaya. "Kau bukan tipe wanita yang banyak bicara, kecuali bila sedang mabuk."
Pipi Alexa memerah. "Aku sedikit berhati-hati bila bertemu orang asing."
Davin mengangguk mengerti. "Aku bisa melihat itu." Dia menarik salah satu kursi di meja makan. "Ayo kita makan."

!@#$%^&*()

"Haruskah kau ke Indonesia? Untuk apa?" Tanya Ann ketika mereka hendak tidur.
"Aku di tawari iklan oleh perusahaan Adidas di Indonesia. Konsepnya bagus. Lagi pula mereka membayarku cukup tinggi. Tidak ada salahnya bukan?" Ucap Steve seraya membetulkan letak bantalnya sebelum berbaring.
"Kapan?" Ann memandang suaminya yang sedang menatap langit-langit rumah.
"Senin ada pertemuan dengan pihak Adidas di Indonesia lalu setelah itu akan langsung di mulai pemotretan, pembuatan iklan dan segala macamnya. Jadi senin aku harus ke sana."
Ann duduk di pinggir ranjang dengan diam. Steve membalikkan badannya dan melihat Ann. "Ada apa?" tanya Steve melihat raut wajah Ann yang murung.
Ann menggeleng. "Tidak apa-apa. Ayo tidur."

Friday 12 April 2013

Wrong or Right? Part 4





Jam 7. 50 Alexa sudah sampai di tempat yang di tulis Jenny tadi siang. Alexa datang dengan menggunakan gaun terusan berlengan dengan warna merah jambu yang soft. Walau gaun itu sederhana tapi terlihat kemewahan dan keanggunan si pemakai, lagipula ia nyaman dengan gaun itu.
Banyak sekali yang datang ke acara itu, dan Alexa tidak tahu bagaimana pasangan yang baru bertunangan kemarin bisa mengumpulkan orang sebanyak ini. Alexa mencari-cari sosok Jenny di antara kerumunan orang. Karena ia tidak melihat. Ia menabrak seseorang. Alexa mendongak melihat siapa yang ia tabrak. Seorang pria, dan pria itu sedang memandangi pakaiannya yang basah. Alexa menyadari kalau pakaian itu bsaha karena dirinya.
"Ya, tuhan. Saya minta maaf... Aduh... Saya tidak sengaja." Seru Alexa tampak panik. Ia mengeluarkan tisu dari tasnya lalu berusaha membantu pria itu membersihkan bajunya, walaupaun tindakan itu tidak berguna sama sekali.
"Tidak apa-apa." Pria itu masih memandangi bajunya seraya mengelap bajunya dengan tangan kosong. "Untung saja hanya air putih, jadi tidak akan meninggalkan noda." Pria itu tersenyum memandang Alexa yang pasti tampangnya sudah pucat sekali.
"Aduh... Saya benar-benar minta maaf. Saya pasti menggantinya." Seru Alexa masih mengelap baju pria itu dengan tisu.
Tangan pria itu memegang lengan Alexa. Alexa menatap wajah pria itu dan menghentikan aktivitasnya. "Tidak usah. Sudah ku bilang tidak apa-apa. Nanti juga kering sendiri." Pria itu melepaskan pegangannya, lalu berjalan pergi. "Akh... Nikmati pestanya." Ucap pria itu seraya mengedipkan matanya.
Alexa hanya diam menatap punggung pria tersebut. Pria itu hanya menggunakan kaos abu-abu yang di padu dengan jas yang tidak formal berwana hitam dan jeans, tapi mengapa gaya pria itu begitu keren?
Alexa yang sedang melamun di kagetkan dengan tepukan di bahunya.
"Kau datang juga!" Seru Jenny dengan senyumnya yang lebar.
"Kau memaksaku." Ucap Alexa datar.
"Tapi kau tetap datang."
Alexa memandangi Jenny dari atas ke bawah. Malam ini Jenny mengenakan gaun malam berwarna ungu yang terbuka. Saking terbukanya belahan dada Jenny kelihatan. Alexa hanya meringis melihat pakaian temannya itu, tak sanggung memikirkan kalau ia yanga memakainya.
Jenny yang sadar akan tatapan Alexa, ikut menyelidiki. "Ada yang aneh dengan penampilanku?"
Alexa masih meringis. "Kau... malam ini... sangat berbeda."
"Oh, terima kasih. Reno bilang malam ini aku terlihat cantik dan sexy." Ucap Jenny bangga.
Alexa hanya mengangguk pelan, mencoba menyesuaikan matanya dengan pakaian Jenny. Ternyata tak hanya Jenny yang berpenampilan 'terbuka' malam itu. Hampir semua tamu perempuan berpenampilan berani, membuat Alexa merasa pakaian yang ia kenakan itu kampungan. Seharusnya aku kesini dengan menggunakan bikini.
"Ayo aku kenalkan kau dengan teman-temanku yang lain. Semoga saja di antara mereka ada yang tertarik padamu." Ucap Jenny seraya menggandeng lengan Alexa lalu membawanya kepada sekumpulan laki-laki yang sedang mengobrol.
"Hai." Ucap Jenny membuat para lelaki itu berhenti dan menatap Jenny. Alexa tahu apa yang di tatap oleh para lelaki itu.
"Hai Jenny. Pesta yang meriah." Ucap salah satu lelaki berambut jigrak
"Terima kasih." Ucap Jenny tersipu malu. " Kenalkan ini temanku, Alexa." Jenny memperkenalkan Alexa. Dengan malu-malu Alexa menyodorkan lengan kanannya. Para pria itu menyambutnya satu-persatu seraya menyebutkan namanya. Alexa tidak nyaman dengan situasi itu.
"Bagaimana? Ada tidak yang membuatmu tertarik?" Bisik Jenny di telinga Alexa.
"Kau harus membawaku keluar dari situasi ini atau tidak kakimu akan ku injak." Ucap Alexa sambil menggertakan giginya.
Jenny hanya tersenyum kecut. "Oke, gentleman, kami harus pergi. Enjoy the party." Seru Jenny ramah lalu kembali menggandeng lengan Alexa. Alexa merasa seperti layang-layangan saja di bawa kesana kemari.
"Reno!" Seru Jenny ketika melihat sosok Reno. Reno sedang berbicara dengan seorang laki-laki. Ya tuhan! pria itu!.
"Hai sayang." Kata Reno ramah seraya mencium kedua pipi Jenny
"Kenalkan ini temanku, Alexa." Seru Jenny riang
"Oh ternyata ini teman tunanganku yang selalu di bicarakan itu." Ucap Reno seraya mengulurkan tangan kanannya.
Dengan malu Alexa mengulurkan tangan kanannya. "Alexa."
"Moreno, tapi kau cukup memanggilku Reno." Ucap Reno singkat. "Oh, kenalkan ini temanku." Ucap Reno seraya menepuk punggung laki-laki itu
Laki-laki itu mengulurkan tangannya. Alexa menyambutnya dengan menunduk malu.
"Davindra, tapi kau bisa memanggilku Davin." Kata Davin ramah
"Alexa." Ucap Alexa singkat.
"Astaga. Apa yang terjadi dengan bajumu, Davin?" Seru Jenny kaget. Baju Davin terlihat basah, walaupun laki-laki itu sudah menutupinya dengan mengancingkan jasnya tapi noda itu tetap terlihat.
Davin tersenyum kecut. " Tadi aku menabrak seseorang. Untung saja ini hanya air putih." Ucap Davin seraya melirik Alexa. Rasanya Alexa ingin menghilang detik itu juga.
"Kau ingin menggantinya. Aku punya baju ganti di mobilku." Ucap Reno menawarkan.
Davin menggeleng pelan. "Tidak perlu. Sebentar lagi juga kering."

Sepanjang berjalannya pesta itu, Alexa berusaha sejauh mungkin dari Davin. Ia tak mau meliat pria itu dan menambah malu dirinya. Ia mengambil minuman dan makanan juga berbicara dengan orang-orang baru. Alexa merasa tidak nyaman, karena sedikit sekali yang ia kenal di pesta itu selain dari teman kerjanya.
Pukul 11 malam, Alexa merasa ia harus pulang. Ia benar-benar lelah sekali. Setelah berpamitan dengan Jenny dan Reno, Alexa pergi meninggalkan tempat pesta itu.
Sudah hampir 10 menit ia berdiri menunggu taksi yang lewat, tapi tak ada satupun taksi yang lewat, malah tak ada satu kendaraan pun yang lewat. Apa aku harus jalan kaki untuk pulang ke rumah?. Alexa memutusan untuk berjalan kaki, berharap ia menemukan kendaraan umum yang lewat.
Sebuah mobil Merchedes hitam melewatinya namun berhenti beberapa meter darinya. Sang pengendara keluar dari mobil lalu menghampiri Alexa. Ya ampun! Pria itu! Lagi?
Davin menghampirinya, matanya terlihat memperhatikan Alexa. Memastikan bahwa wanita itu ornag yang di kenalnya atau bukan.
"Alexa, right?" tanyanya memastikan
Alexa mengangguk.
Davin melihat sekitar lalu kembali menatap Alexa. Alisnya terangkat. Tatapan matanya seperti berkata 'Apa yang kau lakukan disini. Malam-malam begini. Jalan sendirian.'
Alexa yang menyadari tatapan mata itu, berkata "Aku ingin pulang. Sudah 10 menit aku berdiri disana, menunggu taksi lewat tapi tak ada satupun taksi lewat, malah tak ada satu kendaraan pun yang lewat. Jadi aku memutuskan untuk berjalan sampai aku menemukan kendaraan umum." Ucapnya panjang lebar.
Alexa menyadari Davin menahan senyum. Apa yang lucu? Apakah laki-laki ini menertawakannya?
"Kalau begitu. Mau aku antar?" Ucap Davin ramah
Alexa terlonjak kaget. Menumpang mobil pada laki-laki yang sama sekali ia tidak kenal? Tidak...
"Atau kau mau meneruskan perjalananmu hingga kedepan. Belum tentu nanti kau mendapatkan kendaraan. Ini..." Davin melirik jam tangannya. "Sudah hampir jam 12 malam.'
Astaga? Jam 12 malam? mana ada kendaraan umum jam 12 malam?. Alexa mulai ragu dengan pilihannya untuk menolah tumpangan Davin. Dengan terpaksa ia menerima tumpangan Davin.
"Oh. Tadi aku belum memperkenalkan diriku secara pribadi. Aku Davindra Dewantara." Ucap Davin seraya mengulurkan tangannya kembali.
Alexa menyambutnya. "Alexandra Ardy."
Davin mulai menyalakan mesin mobil, lalu pergi meninggalkan tempat itu.
"Kau tinggal dimana?" tanya Davin ramah
"Kau bisa menurunkanku di Jalan Siliwangi." Ucap Alexa datar
"Tidak. Aku akan mengantarmu hingga kau sampai di tempatmu. Jadi sekarang tolong kau beritahu aku dimana kau tinggal." Ucap Davin kesal
"Apartement Glory Residence."
"Aku tahu tempat itu." Davin menggerakan perseneling lalu mobil sedikit lebih cepat.
"Apa pekerjaanmu?" Tanya Davin memecah keheningan.
Alexa tak langsung menjawab. Ia menatap Davin curiga. Untuk apa pria yang sudah ia kotori bajunya menanyai dimana ia bekerja? Seperti penguntit saja.
"Hem... Bukannya maksudku ingin tahu atau apa tapi... aku tidak suka suasana yang sunyi." Ucap Davin seperti bisa membaca pikiran Alexa.
Tanpa berbicara Alexa menekan tombol lalu suara radio terdengar. Davin yang mengerti apa yang di maksud oleh Alexa hanya menunjukan segaris senyum.
"Saran yang bagus." Ucap Davin seraya menganggukan kepalanya, perhatiannya masih terfokus pada jalan.
"Baiklah. Bila kau tidak ingin memberitahuku dimana kau bekerja biar aku yang memperkenalkan diriku." Ucap Davin penuh percaya  Alexa hanya menatapnya tidak percaya. Bagaimana pria ini bisa begitu percaya diri?
"Aku bekerja sebagai model. Kalau kau suka membaca majalah Man, kau pasti sudah sering melihat aku." Ucapnya bangga.
Alexa mengerutkan kening. "Bukankah majalah Man itu majalah untuk pria dewasa?"
Davin nyengir lebar. "Memang. Keren kan?" Ucap Davin seraya menengok ke Alexa
"Pasti kau sering tampil naked ya?" Tanya Alexa sedikit menyindir, tapi Davin tidak berpengaruh pada sindirannya itu
"Tidak juga. Pose yang paling ekstrim yang pernah aku lakukan. Aku hanya mengenakan underwear dengan seorang wanita yang mengenakan underwaer juga." Ucapnya seraya menggoyangkan kepalanya ke kiri dan kekanan.
Alexa melotot ke arahnya. Pandangan itu langsung berubah menjadi jijik. Tuhan... mengapa kau pertemukan aku dengan pria yang menjijikan ini.
Davin menyadari tatapan mata wanita itu. "Tapi aku tidak pernah melakukan apapun dengan wanita itu kok. Hanya sebatas rekan kerja." Ujarnya menyanggah
"Bukan urusanku." Ucap Alexa ketus. Ia lalu kembali memandang ke luar kaca jendela.
Tiba-tiba ponsel Alexa berdering. Alexa menatap layar ponselnya dengan kening berkerut. Nomor yang tidak di kenal. Dengan ragu, Alexa menjawab telpon itu.
"Alexa?"
Deg! Suara itu?
"Halo? Alexa?"
Suara pria itu? Alexa masih hafal betul suara itu. Steve. Bagaimana? Bagaimana? Sial! Pasti dia masih menyimpan nomor ponselnya. Dia saja sudah menghapus nomonya beberapa tahun yang lalu. Dan... dan mengapa ia sampai tidak sadar kalau ini nomornya Steve?
"Alexa. Ini pasti kau. Tolong jawab aku. Aku mohon." Suara Steve terdengar putus asa
"Kenapa diam saja? Kau baik-baik saja Alexa?" Tanya Davin khawatir. Ia memperhatikan Alexa dengan wajah yang tiba-tiba berubah pucat. Ponselnya berada di telinga tapi mengapa ia tidak berbicara sama sekali?
"Itu siapa? Itu suara siapa? Itu suara laki-laki kan? Alexa!" Steve terdengar tidak sabar. Ia bahkan berani menggertak.
Alexa masih membatu. Ia tak tahu harus berkata apa atau berbicara apa.
"Alexa Ardy!!! Tolong berbicara denganku!!!" Teriak Steve di ujung telpon
"What do you want?!" Teriak Alexa tiba-tiba. Membuat Davin yang berada di sebelahnya sampai terlonjak kaget. Steve mungkin juga ikut kaget, karena tidak terdengar suara apapun disana.
"What do you want, Steve? Can you just leave me alone?" Suara Alexa terdengar melembut. "Its over, Steve. Over. Please let me try to recover my life again. Let me go."
Lama Steve terdiam. "I miss you, Alexa."
"Dont say it anymore! Never ever again."
"Tolong bilang padaku kalau kau juga merindukan aku. Setelah itu aku tidak akan mengganggumu lagi. Aku mohon." Suara Steve terdengar parau
Alexa sudah tidak mampu mendengarkan kata-kata Steve lagi. Ia lalu menutup flap telponnya, lalu melempar ponselnya ke kursi belakang. Ia yakin bila ia mendengar permohonan Steve ia pasti akan menyerah kepadanya lagi. Seperti dulu.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Davin khawatir. Alexa lupa kalau ia sedang berada di mobil Davin.
"Kalau kau mau menurunkan aku disini tidak apa-apa." Ucap Alexa seraya menghapus air matanya yang sudah meluncur turun.
"Tadi aku sudah bilang kalau aku akan mengantarmu sampai ke tempatmu. Dan aku akan menepati janji itu."
"Kalau begitu jangan ke tempatku. Tolong dari sini belok kiri."

Alexa kini sedang berada di kursi bar dan memutar gelas yang berisi vodka miliknya. Di sebelahnya Davin memperhatikannya dengan tatapan yang Alexa tak pahami. Pria ini pasti jijik padaku, ucap Alexa dalam hati.
"Kau tidak minum? Aku yang traktir." Ucap Alexa lalu meneguk gelasnya hingga habis. "Tolong, Jack. Lagi." perintahnya pada seorang bartender.
"Aku menyetir." Ucap Davin singkat
"Kau pasti jijik padaku sekarang." Ucap Alexa setengah mabuk. Ini sudah gelas ke empatnya.
"Aku hanya heran. Aku--" Davin mencoba mencari kata yang tepat. "Aku hanya tidak menyangka."
"Tidak menyangka kalau wanita baik-baik seperti aku bisa menghabiskan 4 gelas vodka atau tidak menyangka kalau wanita baik-baik seperti aku bisa pergi ke tempat seperti ini?"
Davin hanya diam. Ia masih bingung.
"Apakah yang menelpon tadi pacarmu?" tanya Davin akhirnya
Alexa menggeleng cepat. "Lebih tepatnya. Mantan pacar."
"Dan tadi aku dengar kau berbicara bahasa Inggris dengannya. Dia orang Amerika?"
Alexa kembali menggeleng cepat. "Dia orang Inggris. Orang Inggris asli."
Davin hanya mengangguk tanda mengerti. Ia mulai mengerti apa yang terjadi, walau masih banyak hal-hal yang ia tidak mengerti. Tapi untuk seorang gadis yang tengah mabuk seperti ini, ini informasi yang cukup banyak.
"Dan ia ingin aku kembali." Ucap Alexa seraya memutar gelas yang berisi vodkanya yang ke lima.
"Dan kau tidak ingin kembali?"
Alexa menggeleng. "Tentu saja tidak. Aku tidak ingin kembali lagi kepadanya."
"Aku rasa kau harus pulang sekarang." Dengan sedikit memaksa Davin menarik lengan Alexa agar pergi dari tempat itu.
"Masukkan dalam tagihanku, Jack." Seru Alexa sebelum melewati pintu keluar.
"Biar aku yang bayar. Berapa semuanya?" tanya Davin seraya mengeluarkan dompetnya dari saku belakang.