Jam 7. 50 Alexa sudah sampai di
tempat yang di tulis Jenny tadi siang. Alexa datang dengan menggunakan gaun
terusan berlengan dengan warna merah jambu yang soft. Walau gaun itu sederhana
tapi terlihat kemewahan dan keanggunan si pemakai, lagipula ia nyaman dengan
gaun itu.
Banyak sekali yang datang ke acara
itu, dan Alexa tidak tahu bagaimana pasangan yang baru bertunangan kemarin bisa
mengumpulkan orang sebanyak ini. Alexa mencari-cari sosok Jenny di antara
kerumunan orang. Karena ia tidak melihat. Ia menabrak seseorang. Alexa
mendongak melihat siapa yang ia tabrak. Seorang pria, dan pria itu sedang
memandangi pakaiannya yang basah. Alexa menyadari kalau pakaian itu bsaha
karena dirinya.
"Ya, tuhan. Saya minta maaf...
Aduh... Saya tidak sengaja." Seru Alexa tampak panik. Ia mengeluarkan tisu
dari tasnya lalu berusaha membantu pria itu membersihkan bajunya, walaupaun
tindakan itu tidak berguna sama sekali.
"Tidak apa-apa." Pria itu
masih memandangi bajunya seraya mengelap bajunya dengan tangan kosong.
"Untung saja hanya air putih, jadi tidak akan meninggalkan noda."
Pria itu tersenyum memandang Alexa yang pasti tampangnya sudah pucat sekali.
"Aduh... Saya benar-benar minta
maaf. Saya pasti menggantinya." Seru Alexa masih mengelap baju pria itu
dengan tisu.
Tangan pria itu memegang lengan
Alexa. Alexa menatap wajah pria itu dan menghentikan aktivitasnya. "Tidak
usah. Sudah ku bilang tidak apa-apa. Nanti juga kering sendiri." Pria itu
melepaskan pegangannya, lalu berjalan pergi. "Akh... Nikmati pestanya."
Ucap pria itu seraya mengedipkan matanya.
Alexa hanya diam menatap punggung
pria tersebut. Pria itu hanya menggunakan kaos abu-abu yang di padu dengan jas
yang tidak formal berwana hitam dan jeans, tapi mengapa gaya pria itu begitu
keren?
Alexa yang sedang melamun di
kagetkan dengan tepukan di bahunya.
"Kau datang juga!" Seru
Jenny dengan senyumnya yang lebar.
"Kau memaksaku." Ucap
Alexa datar.
"Tapi kau tetap datang."
Alexa memandangi Jenny dari atas ke
bawah. Malam ini Jenny mengenakan gaun malam berwarna ungu yang terbuka. Saking
terbukanya belahan dada Jenny kelihatan. Alexa hanya meringis melihat pakaian
temannya itu, tak sanggung memikirkan kalau ia yanga memakainya.
Jenny yang sadar akan tatapan Alexa,
ikut menyelidiki. "Ada yang aneh dengan penampilanku?"
Alexa masih meringis. "Kau...
malam ini... sangat berbeda."
"Oh, terima kasih. Reno bilang
malam ini aku terlihat cantik dan sexy." Ucap Jenny bangga.
Alexa hanya mengangguk pelan,
mencoba menyesuaikan matanya dengan pakaian Jenny. Ternyata tak hanya Jenny
yang berpenampilan 'terbuka' malam itu. Hampir semua tamu perempuan
berpenampilan berani, membuat Alexa merasa pakaian yang ia kenakan itu
kampungan. Seharusnya aku kesini dengan
menggunakan bikini.
"Ayo aku kenalkan kau dengan
teman-temanku yang lain. Semoga saja di antara mereka ada yang tertarik
padamu." Ucap Jenny seraya menggandeng lengan Alexa lalu membawanya kepada
sekumpulan laki-laki yang sedang mengobrol.
"Hai." Ucap Jenny membuat
para lelaki itu berhenti dan menatap Jenny. Alexa tahu apa yang di tatap oleh
para lelaki itu.
"Hai
Jenny. Pesta yang meriah." Ucap salah satu lelaki berambut jigrak
"Terima kasih." Ucap Jenny
tersipu malu. " Kenalkan ini temanku, Alexa." Jenny memperkenalkan
Alexa. Dengan malu-malu Alexa menyodorkan lengan kanannya. Para pria itu
menyambutnya satu-persatu seraya menyebutkan namanya. Alexa tidak nyaman dengan
situasi itu.
"Bagaimana? Ada tidak yang
membuatmu tertarik?" Bisik Jenny di telinga Alexa.
"Kau harus membawaku keluar
dari situasi ini atau tidak kakimu akan ku injak." Ucap Alexa sambil
menggertakan giginya.
Jenny hanya tersenyum kecut.
"Oke, gentleman, kami harus pergi. Enjoy the party." Seru Jenny ramah
lalu kembali menggandeng lengan Alexa. Alexa merasa seperti layang-layangan
saja di bawa kesana kemari.
"Reno!" Seru Jenny ketika
melihat sosok Reno. Reno sedang berbicara dengan seorang laki-laki. Ya tuhan!
pria itu!.
"Hai
sayang." Kata Reno ramah seraya mencium kedua pipi Jenny
"Kenalkan ini temanku,
Alexa." Seru Jenny riang
"Oh ternyata ini teman
tunanganku yang selalu di bicarakan itu." Ucap Reno seraya mengulurkan
tangan kanannya.
Dengan malu Alexa mengulurkan tangan
kanannya. "Alexa."
"Moreno, tapi kau cukup
memanggilku Reno." Ucap Reno singkat. "Oh, kenalkan ini
temanku." Ucap Reno seraya menepuk punggung laki-laki itu
Laki-laki itu mengulurkan tangannya.
Alexa menyambutnya dengan menunduk malu.
"Davindra,
tapi kau bisa memanggilku Davin." Kata Davin ramah
"Alexa." Ucap Alexa
singkat.
"Astaga. Apa yang terjadi
dengan bajumu, Davin?" Seru Jenny kaget. Baju Davin terlihat basah,
walaupun laki-laki itu sudah menutupinya dengan mengancingkan jasnya tapi noda
itu tetap terlihat.
Davin tersenyum kecut. " Tadi
aku menabrak seseorang. Untung saja ini hanya air putih." Ucap Davin
seraya melirik Alexa. Rasanya Alexa ingin menghilang detik itu juga.
"Kau ingin menggantinya. Aku
punya baju ganti di mobilku." Ucap Reno menawarkan.
Davin menggeleng pelan. "Tidak
perlu. Sebentar lagi juga kering."
Sepanjang berjalannya pesta itu,
Alexa berusaha sejauh mungkin dari Davin. Ia tak mau meliat pria itu dan
menambah malu dirinya. Ia mengambil minuman dan makanan juga berbicara dengan
orang-orang baru. Alexa merasa tidak nyaman, karena sedikit sekali yang ia
kenal di pesta itu selain dari teman kerjanya.
Pukul 11 malam, Alexa merasa ia
harus pulang. Ia benar-benar lelah sekali. Setelah berpamitan dengan Jenny dan
Reno, Alexa pergi meninggalkan tempat pesta itu.
Sudah hampir 10 menit ia berdiri
menunggu taksi yang lewat, tapi tak ada satupun taksi yang lewat, malah tak ada
satu kendaraan pun yang lewat. Apa aku
harus jalan kaki untuk pulang ke rumah?. Alexa memutusan untuk berjalan
kaki, berharap ia menemukan kendaraan umum yang lewat.
Sebuah mobil Merchedes hitam
melewatinya namun berhenti beberapa meter darinya. Sang pengendara keluar dari
mobil lalu menghampiri Alexa. Ya ampun! Pria itu! Lagi?
Davin menghampirinya, matanya
terlihat memperhatikan Alexa. Memastikan bahwa wanita itu ornag yang di
kenalnya atau bukan.
"Alexa, right?" tanyanya
memastikan
Alexa mengangguk.
Davin melihat sekitar lalu kembali
menatap Alexa. Alisnya terangkat. Tatapan matanya seperti berkata 'Apa yang kau
lakukan disini. Malam-malam begini. Jalan sendirian.'
Alexa yang menyadari tatapan mata
itu, berkata "Aku ingin pulang. Sudah 10 menit aku berdiri disana,
menunggu taksi lewat tapi tak ada satupun taksi lewat, malah tak ada satu
kendaraan pun yang lewat. Jadi aku memutuskan untuk berjalan sampai aku
menemukan kendaraan umum." Ucapnya panjang lebar.
Alexa menyadari Davin menahan
senyum. Apa yang lucu? Apakah laki-laki ini menertawakannya?
"Kalau
begitu. Mau aku antar?" Ucap Davin ramah
Alexa terlonjak kaget. Menumpang
mobil pada laki-laki yang sama sekali ia tidak kenal? Tidak...
"Atau kau mau meneruskan
perjalananmu hingga kedepan. Belum tentu nanti kau mendapatkan kendaraan.
Ini..." Davin melirik jam tangannya. "Sudah hampir jam 12 malam.'
Astaga? Jam 12 malam? mana ada
kendaraan umum jam 12 malam?. Alexa mulai ragu dengan pilihannya untuk menolah
tumpangan Davin. Dengan terpaksa ia menerima tumpangan Davin.
"Oh. Tadi aku belum
memperkenalkan diriku secara pribadi. Aku Davindra Dewantara." Ucap Davin
seraya mengulurkan tangannya kembali.
Alexa menyambutnya. "Alexandra
Ardy."
Davin mulai menyalakan mesin mobil,
lalu pergi meninggalkan tempat itu.
"Kau
tinggal dimana?" tanya Davin ramah
"Kau bisa menurunkanku di Jalan
Siliwangi." Ucap Alexa datar
"Tidak. Aku akan mengantarmu
hingga kau sampai di tempatmu. Jadi sekarang tolong kau beritahu aku dimana kau
tinggal." Ucap Davin kesal
"Apartement Glory Residence."
"Aku tahu tempat itu."
Davin menggerakan perseneling lalu mobil sedikit lebih cepat.
"Apa pekerjaanmu?" Tanya
Davin memecah keheningan.
Alexa tak langsung menjawab. Ia
menatap Davin curiga. Untuk apa pria yang sudah ia kotori bajunya menanyai dimana
ia bekerja? Seperti penguntit saja.
"Hem... Bukannya maksudku ingin
tahu atau apa tapi... aku tidak suka suasana yang sunyi." Ucap Davin
seperti bisa membaca pikiran Alexa.
Tanpa berbicara Alexa menekan tombol
lalu suara radio terdengar. Davin yang mengerti apa yang di maksud oleh Alexa
hanya menunjukan segaris senyum.
"Saran yang bagus." Ucap
Davin seraya menganggukan kepalanya, perhatiannya masih terfokus pada jalan.
"Baiklah. Bila kau tidak ingin
memberitahuku dimana kau bekerja biar aku yang memperkenalkan diriku."
Ucap Davin penuh percaya Alexa hanya
menatapnya tidak percaya. Bagaimana pria
ini bisa begitu percaya diri?
"Aku bekerja sebagai model.
Kalau kau suka membaca majalah Man, kau pasti sudah sering melihat aku."
Ucapnya bangga.
Alexa mengerutkan kening.
"Bukankah majalah Man itu majalah untuk pria dewasa?"
Davin nyengir lebar. "Memang.
Keren kan?" Ucap Davin seraya menengok ke Alexa
"Pasti kau sering tampil naked
ya?" Tanya Alexa sedikit menyindir, tapi Davin tidak berpengaruh pada
sindirannya itu
"Tidak juga. Pose yang paling
ekstrim yang pernah aku lakukan. Aku hanya mengenakan underwear dengan seorang
wanita yang mengenakan underwaer juga." Ucapnya seraya menggoyangkan
kepalanya ke kiri dan kekanan.
Alexa melotot ke arahnya. Pandangan
itu langsung berubah menjadi jijik. Tuhan... mengapa kau pertemukan aku dengan
pria yang menjijikan ini.
Davin menyadari tatapan mata wanita
itu. "Tapi aku tidak pernah melakukan apapun dengan wanita itu kok. Hanya
sebatas rekan kerja." Ujarnya menyanggah
"Bukan urusanku." Ucap
Alexa ketus. Ia lalu kembali memandang ke luar kaca jendela.
Tiba-tiba ponsel Alexa berdering.
Alexa menatap layar ponselnya dengan kening berkerut. Nomor yang tidak di
kenal. Dengan ragu, Alexa menjawab telpon itu.
"Alexa?"
Deg! Suara itu?
"Halo? Alexa?"
Suara pria itu? Alexa masih hafal
betul suara itu. Steve. Bagaimana? Bagaimana? Sial! Pasti dia masih menyimpan
nomor ponselnya. Dia saja sudah menghapus nomonya beberapa tahun yang lalu.
Dan... dan mengapa ia sampai tidak sadar kalau ini nomornya Steve?
"Alexa. Ini pasti kau. Tolong
jawab aku. Aku mohon." Suara Steve terdengar putus asa
"Kenapa diam saja? Kau
baik-baik saja Alexa?" Tanya Davin khawatir. Ia memperhatikan Alexa dengan
wajah yang tiba-tiba berubah pucat. Ponselnya berada di telinga tapi mengapa ia
tidak berbicara sama sekali?
"Itu siapa? Itu suara siapa?
Itu suara laki-laki kan? Alexa!" Steve terdengar tidak sabar. Ia bahkan
berani menggertak.
Alexa masih membatu. Ia tak tahu
harus berkata apa atau berbicara apa.
"Alexa
Ardy!!! Tolong berbicara denganku!!!" Teriak Steve di ujung telpon
"What do you want?!"
Teriak Alexa tiba-tiba. Membuat Davin yang berada di sebelahnya sampai
terlonjak kaget. Steve mungkin juga ikut kaget, karena tidak terdengar suara
apapun disana.
"What do you want, Steve? Can
you just leave me alone?" Suara Alexa terdengar melembut. "Its over,
Steve. Over. Please let me try to recover my life again. Let me go."
Lama Steve terdiam. "I miss
you, Alexa."
"Dont say it anymore! Never
ever again."
"Tolong bilang padaku kalau kau
juga merindukan aku. Setelah itu aku tidak akan mengganggumu lagi. Aku
mohon." Suara Steve terdengar parau
Alexa sudah tidak mampu mendengarkan
kata-kata Steve lagi. Ia lalu menutup flap telponnya, lalu melempar ponselnya
ke kursi belakang. Ia yakin bila ia mendengar permohonan Steve ia pasti akan
menyerah kepadanya lagi. Seperti dulu.
"Kau baik-baik saja?"
Tanya Davin khawatir. Alexa lupa kalau ia sedang berada di mobil Davin.
"Kalau kau mau menurunkan aku
disini tidak apa-apa." Ucap Alexa seraya menghapus air matanya yang sudah
meluncur turun.
"Tadi aku sudah bilang kalau
aku akan mengantarmu sampai ke tempatmu. Dan aku akan menepati janji itu."
"Kalau begitu jangan ke
tempatku. Tolong dari sini belok kiri."
Alexa kini sedang berada di kursi
bar dan memutar gelas yang berisi vodka miliknya. Di sebelahnya Davin
memperhatikannya dengan tatapan yang Alexa tak pahami. Pria ini pasti jijik
padaku, ucap Alexa dalam hati.
"Kau tidak minum? Aku yang
traktir." Ucap Alexa lalu meneguk gelasnya hingga habis. "Tolong,
Jack. Lagi." perintahnya pada seorang bartender.
"Aku
menyetir." Ucap Davin singkat
"Kau pasti jijik padaku
sekarang." Ucap Alexa setengah mabuk. Ini sudah gelas ke empatnya.
"Aku hanya heran. Aku--"
Davin mencoba mencari kata yang tepat. "Aku hanya tidak menyangka."
"Tidak menyangka kalau wanita
baik-baik seperti aku bisa menghabiskan 4 gelas vodka atau tidak menyangka
kalau wanita baik-baik seperti aku bisa pergi ke tempat seperti ini?"
Davin hanya diam. Ia masih bingung.
"Apakah
yang menelpon tadi pacarmu?" tanya Davin akhirnya
Alexa menggeleng cepat. "Lebih
tepatnya. Mantan pacar."
"Dan tadi aku dengar kau
berbicara bahasa Inggris dengannya. Dia orang Amerika?"
Alexa kembali menggeleng cepat.
"Dia orang Inggris. Orang Inggris asli."
Davin hanya mengangguk tanda
mengerti. Ia mulai mengerti apa yang terjadi, walau masih banyak hal-hal yang
ia tidak mengerti. Tapi untuk seorang gadis yang tengah mabuk seperti ini, ini
informasi yang cukup banyak.
"Dan ia ingin aku
kembali." Ucap Alexa seraya memutar gelas yang berisi vodkanya yang ke
lima.
"Dan kau tidak ingin
kembali?"
Alexa menggeleng. "Tentu saja
tidak. Aku tidak ingin kembali lagi kepadanya."
"Aku rasa kau harus pulang
sekarang." Dengan sedikit memaksa Davin menarik lengan Alexa agar pergi
dari tempat itu.
"Masukkan dalam tagihanku,
Jack." Seru Alexa sebelum melewati pintu keluar.
"Biar aku yang bayar. Berapa
semuanya?" tanya Davin seraya mengeluarkan dompetnya dari saku belakang.
No comments:
Post a Comment