Aku meraba-raba tembok mencari
sakelar lampu. Klik. Ruangan langsung menjadi bercahaya. Setelah mataku bisa
menyesuaikan, aku menaruh tasku di sofa. Aku menghampiri lemari es dan mengambil
botol yang berisi air mineral. Aku meneguknya hingga tiga perempat isinya. Aku
haus sekali.
Aku berjalan menghampiri mesin
penjawab telpon lalu menekan tombolnya. Mendengarkan siapa saja yang
meninggalkan pesan. Yang pertama dari seorang sales yang menawarkan pemasangan
internet di dalam rumah, diikuti dengan sales yang menawarkan produk-produk
rumah tangga, dan yang ketiga...
"Halo... Alexa? Ini aku
Julia."
Aku hampir tersedak mendengar nama
itu. Julia?
"Apa kabarmu? Kau masih ingat
aku kan? Karena bila kau lupa, tak segan-segan aku akan menghajarmu. Well, bila
kau ingin berbicara denganku, kau bisa menghubungiku. Nomorku tidak berubah
sama sekali. Tapi kalau kau sudah menghapusnya, kau tidak akan bisa
menghubungiku. Bye, Alexa."
Aku masih terdiam di sofa. Julia?
Sahabatku Julia?
Aku masih menyimpan nomornya di
ponselku. Setelah tidak ada pesan lagi, aku mulai menekan tombol. Lalu
terdengar nada sambung. Setelah dering ke dua, terdengar suara wanita.
"Halo?" Terdengar aksen
british seorang wanita
"Halo. Julia?" tanya Alexa
hati-hati
"Alexa?!" Terdengar wanita
itu terkejut.
"Julia Bradl?" tanya Alexa
kembali memastikan
"Iya ini aku, bodoh. Oh
tuhan... akhirnya kau menelponku juga." Terdengar helaan nafas
"Kau menyambutku dengan
memanggilku bodoh." Ucap Alexa sedikit tersinggung
"Aku sudah sangat merindukanmu,
bodoh. Apa kabarmu?"
"Bisakah kau berhenti
memanggilku bodoh? Karena sekali lagi kau memanggilku bodoh, aku akan langsung
mematikan telponnya." Alexa menyandarkan tubuhnya di sofa
"Baiklah. Apa kabarmu
Lexa?"
"Baik. Aku baik-baik saja.
Kau?"
"Aku juga."
"Bagaimana dengan
Andrew?" aku langsung teringat dengan
sahabatku yang satu itu. Oh... aku benar-benar merindukan mereka.
"Dia juga baik."
"Kalian masih bersama?"
"Tentu saja bodoh. Maksudku,
tentu saja Alexa. Aku tidak tahu harus mencari pria mana lagi yang tahan akan
mulut besarku."
Mau tak mau Alexa tertawa mendengar
pernyataan temannya itu. "Ya, Kau harus menjaganya baik-baik."
"Tertawalah sekeras-kerasnya
bodoh." terdengar suara Julia yang tidak senang, tapi ia tahu kalau Julia
hanya bercanda.
"Omong-omong, kau tahu dari
mana telpon rumahku?" Tanya Alexa setelah tawanya reda
"Aku bertanya pada ibumu. Kau
memberiku nomor rumah ibumu dan kau tidak bilang padaku kalau kau sudah pindah
dari rumah ibumu." Julia terdengar jengkel.
"Oh, aku minta maaf soal itu,
Julia. waktu itu aku sedang sibuk. Benar-benar sibuk."
"Setidaknya kau mengirim e-mail
padaku." Julia masih terdengar
jengkel.
"Oke, oke aku mengaku salah.
Hey! aku dengar kau sudah bekerja?" Ucap Alexa seraya melepaskan
stocking-nya lalu melemparkan ke keranjang yang berisi pakaian kotor.
"Darimana kau tahu itu? Ya, aku
sudah bekerja. Kau tahu majalah fashion Dreamer? Aku menjadi editor
disana."
"Aku tahu dari James. Sebulan
yang lalu kami bertemu di Bali dan dia sudah menikah."
"No way. James si kutu buku
itu? Wow... Aku harus mengatakan hal ini kepada Andrew."
Lama tak ada suara dari keduanya.
"Bagaimana
denganmu?" Suara Julia memecah keheningan
"Apa? Aku sudah bekerja.
Bukankah aku sudah memberitahumu ketika aku pulang ke Indonesia?"
"Ya, kau di terima sebagai
humas dari sebuah perusahaan produk olahraga itu kan? Tapi bukan itu
maksudku."
"Lalu apa?" tanya Alexa
seraya kembali meneguk air mineral itu hingga habis.
"Kau
sudah menikah?" tanya Julia hati-hati
Alexa hampir tersedak. Lalu tertawa
keras. "Apa? Aku? Sudah menikah? Tentu saja belum. Pertanyaan yang
aneh."
"Tadi siang aku bertemu dengan
Steve. Bukan, dia yang menemukanku."
Apa? Apa yang barusan dia dengar?
Steve?
"Dia menanyakan tentangmu."
Suara Julia terdengar serius.
Alexa terdiam cukup lama. "
Lalu kau bilang apa saja padanya?"
"Aku bilang kau sudah bekerja
di Indonesia." Julia mengatakan itu dengan nada sura pelan. " Dia
juga bertanya apakah kau sudah punya kekasih."
Deg! Untuk apa dia menanyakan hal
itu?
"Dan kau jawab?" tanya
Alexa ingin tahu.
"Kau masih single."
Kembali, Alexa merasa kesadarannya
hilang beberapa detik.
"Tapi aku sudah memintannya
untuk menjauhimu dan tidak mencarimu lagi." Suara Julia kini terdengar
mendesak
"Dia bukan tipe orang yang
mudah menyerah dan melepaskan begitu saja. Dia pasti akan mencariku." Ucap
Alexa dengan mata menerawang. Dia tahu siapa pria itu. Dia tahu Steve tidak
akan mudah menyerah. Dia tahu.
"Oh. Aku benar-benar minta maaf
Alexa. Harusnya aku tolak saja permintaannya saat kami bertemu tadi. Aku
benar-benar menyesal." Julia benar-benar terdengar sangat menyesal.
"Tak apa, Julia. Ini bukan
salahmu. Kau tidak tahu." Alexa berusaha untuk menenangkan.
"Tapi Alexa..." Julia
mengehela nafas lemah. " Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang? Kau
bilang dia pria yang tidak mudah menyerah."
Alexa menyandarkan kepalanya
kebelakang. "Aku tidak tahu. Untuk sekarang tidak ada yang bisa aku
lakukan." Lalu dia menghembuskan nafas keras. "Oke! Aku benar-benar
lelah sekarang. Aku baru saja pulang bekerja. Senang bisa mendengar suaramu dan
mengobrol dengamu, Julia Bradl." Ucap Lexa ceria.
"Aku benar-benar
menyesal..."
"Sssst... kau berisik sekali.
Sudah! aku ingin tidur. Kita mengobrol lagi besok. Malam July."
"Siang,
Alexa." Ucap Julia datar
"Oh ya aku lupa. Aku sedang
berbicara dengan temanku yang berada di belahan bumi yang lain. Pasti biaya
tagihan telponku bulan ini membengkak. Bye, Julia."
Lalu sambungan terputus. Alexa
merosotkan badannya hingga lututnya menyentuh lantai. Dia pasti akan
menemukanku. Steve pasti akan menemukanku. Haruskah aku menyerah? Lagi? Oh
tuhan...
Alexa merasa tubuhnya benar-benar
lelah sekarang. Ia lalu mengganti baju lalu mandi. Tanpa makan malam ia
langsung beringsut ke tempat tidur. Hari ini benar-benar melelahkan.
****
Jam weker Alexa berbunyi begitu
nyaring. Rasanya ia ingin melempar jam itu lalu kembali tidur, tapi ia ingat
hari ini ia harus kembali bekerja. Dengan engganya ia mematikan alarm yang
membangunkannya dari tidur nyenyaknya lalu beranjak dari tempat tidur. Aku berharap waktu berjalan begitu cepat dan
hari ini, hari Sabtu. Ia menyambar handuk yang berada di gantungan lalu
berjalan gontai ke kamar mandi. Nyawanya belum terkumpul banyak.
"Pagi, Alexa." Seru Jenny
dengan cerianya.
"Pagi." Ucap Alexa
singkat. Ia masih sangat merindukan ranjangnya yang empuk dan nyaman itu.
"Kau kenapa pagi-pagi begini?" tanya Alexa seraya menggaruk-garuk
kepalanya yang tiba-tiba terasa gatal.
"Tadi malam. Reno
melamarku." Ucap Jenny sedikit histeris membuat orang-orang yang berada di
ruangan itu melihat mereka dan tersenyum kecut.
"Yang benar? Selamat ya."
Alexa merasa rasa kantuknya hilang. Ia sangat sendnag mendengar abar gembira
dari sahabatnya itu.
Jenny mengangguk dengan semangat.
"Kukira kemarin hanya makan malam biasa. Tapi setelah dia menyodorkan
sebuah kotak dan membuka kotak itu. Akh!" Kembali Jenny berteriak
"Ada cincin manis yang berada di dalamnya. Lihat." Seru Jenny seraya
memperlihatkan sebuah cincin manis yang sekarang berada di jari manisnya.
"Manis sekali bukan? Dia yang memasangnya."
Mau tak mau, Alexa ikut tersenyum
bahagia. "Aku turut bahagia, Jenny."
"Malam ini kami ingin
merayakannya, sekaligus memproklamirkan bahwa kami sekarang sudah
bertunangan."
Alexa
hanya mengangguk pelan
"Dan kau harus ikut. Ini tempat
beserta alamatnya. Aku yakin kau pasti tahu tempatnya"
Alexa langsung melotot dan dengan
cepat menolehkan kepalanya menghadap Jenny. "Aku?" Alexa menunjuk
dirinya. "Kenapa aku harus ikut?"
"Karena kau temanku dan aku
ingin kau ikut. Jadi kau harus ikut."
Alexa menahan senyum. "Wow, aku
sangat tersanjung sekali kau menganggapku teman." Alexa mulai menyalakan
komputernya. "Bagaimana kalau aku malam ini ada acara?"
Jenny mencondongkan badannya.
"Memangnya kau punya acara malam ini?"
Alexa mengangkat bahu. "Siapa
tahu? Tiba-tiba saja ada seseorang yang mengajakku keluar, bagaimana?"
Jenny menghembuskan nafas kesal.
"Aku tidak mau tahu. Mau kau punya acara atau tidak, Kau harus
datang!" Jenny berjalan ke mejanya, lalu berbalik. "Dan bila kau
tidak datang? pertemanan kita putus!" Jenny duduk di kursinya dengan
kesal. "Jam 8 kau harus ada disana." Suaranya terdengar memerintah
Alexa kembali menahan senyum, lalu
menggelengkan kepalanya. Jenny benar-benar orang yang unik.
No comments:
Post a Comment