Sesampainya kami di
sana, suasanya sudah begitu ramai. Music disko bergema di seluruh ruangan.
Membuatku harus berteriak ketika berbicara dengan Red. Aku melihat Paula
bersama dengan Leo di bar, langsung saja kudekati mereka.
“Hai kenalkan ini
temanku Red.” Ucapku memperkenalkan Red.
“Kau ingin minum apa?”
tanya Red
“Terserah kau. Kau kan
yang mentraktir.” Aku tersenyum. “Oh, tolong kalau bisa yang kadar alkoholnya
rendah, perjalananku lumayan jauh.” Red kemudian mengangguk lalu memanggil
bartender. Well, cukup aneh ketika seorang bartender berbicara dengan bartender
lain
“Akhirnya kau datang
juga.”
“Sudah kubilang aku
akan datang.”
“Ini untukmu.” Red
memberiku segelas bir. Aku menatapnya sebelum menerima gelas itu. “Apa? Kau
bilang terserah padaku.” Ucap Red seraya mengangkat kedua bahunya. Aku menggelengkan
kepala lalu meminum bir ku.
“Aku tinggal dulu.”
Ucap Paula di telingaku yang kubalas dengan anggukan. Ia lalu menarik Leo untuk
menari di lantai bawah. Musiknya memang pas untuk menari.
“Well, untuk pub yang
baru buka, tempat ini sangat ramai.” Teriak Red kemudian ia meneguk minumannya.
“Kau benar. Tapi ini
sangat mengasyikan.” Teriakku mencoba mengalahkan besarnya volume music. Aku
kemudian menegak kembali birku. Ah… aku harus menikmati mala mini.
####
Aku baru saja pulang
dari kantor. Kulirik jam tanganku, sudah hampir tengah malam rupanya, pantas
saja aku merasa lelah.
Mobilku berhenti di
lampu merah. Aku melihat keluar jendela. Heran, sudah malam seperti ini tapi
masih saja terlihat ramai. Pub itu salah satunya. Kelihatan ramai sekali. Penuh
dengan anak-anak muda. Aku tersenyum, seperti mengingat masa lalu. Aku juga
seperti itu sewaktu muda. Semuanya berubah ketika aku bertemu dengannya.
Mataku menemukan
sesuatu yang ganjil. Gadis itu? Ya tuhan, ini adalah ketiga kalinya aku bertemu
gadis itu dalam satu hari. Ku lihat gadis itu baru saja keluar dari pub yang
aku lihat barusan. Ia terlihat merapatkan jaketnya dna kepalanya seperti
mencari sesuatu. Tak berapa lama kemudian ada 3 orang keluar dari pub itu.
Seorang wanita dan dua orang laki-laki. Mereka kemudian mengecup kedua pipi
gadis itu bergantian lalu meninggalkan gadis itu sendirian di depan pub.
Lampu berubah menjadi
hijau, mobilku berjalan kembali. Aku meminta supirku untuk berhenti di depan
pub itu. Ia kemudian memutar mobilnya dan berhenti tepat di depan gadis itu.
Aku menurunkan kaca jendelaku.
“Kau? Ya tuhan! Ini
sudah ketiga kalinya aku bertemu denganmu dalam satu hari sir.” Seru gadis itu
terkejut. Well, aku kira hanya aku yang menyadari kalau kita sudah bertemu tiga
kali.
“Kau mau pulang?”
tanyaku datar.
Ia mengangguk. “Aku
sedang mencari taksi.”
“Naiklah. Akan ku antar
kau pulang.” Ucapku menawarkan.
Ia mengangkat alisnya.
Kaget lalu menggeleng. “Tidak perlu sir. Aku bisa pulang sendiri.”
“Ini sudah larut malam.
Dan sepertinya sudah tidak ada taksi yang lewat. Naiklah. Aku berjanji tidak
akan macam-macam.”
Ia kemudian tampak
berpikir lalu mengangkat bahunya dan kemudian masuk kedalam mobilku
“Kita belum berkenalan.
Namaku Andreas. Kau?” aku mengulurkan tanganku
“Claura. Namaku Claura.”
Ia kembali menjabat tanganku. Lalu memutar kepalanya menghadap ke jendela.
Aku menghembuskan
nafas. “Aneh bukan, kita kembali lagi bertemu.”
Ia mengangguk tanpa
mengalihkan pandangannya.
“Um… sepertinya aku
belum meminta maaf atas kejadian tadi pagi. Meminta maaf secara langsung lebih
tepatnya.”
Ia kemudian menolehkan
kepalanya. Menatapku dnegan tatapan menunggu.
“Kau sudah meminta maaf
tadi siang, sir. Kau ingat? Kau memberiku makanan di restoran itu dan
sepertinya itu sudah cukup, walaupun aku masih kesal karena gara-gara
mengembalikan dompetmu yang terjatuh itu, aku terlambat dan tidak boleh
mengikuti ujian.”
“Panggil aku Andreas.
Ujian? Kau seorang pelajar?”
“Mahasiswa lebih
tepatnya. Aku kuliah di jurusan teknik.”
“Dan kau bekerja di
Solitaire restaurant?” aku bertanya dengan hati-hati takut menyinggung
perasaannya.
Ia mengangguk. “Aku
bekerja paruh waktu sebagai pelayan disana.”
“Menarik. Kurasa
hidupmu sangat menarik Claura.” Aku tersenyum kepadanya. Menatap kedua matanya
yang menatapku dengan bingung. Aku mengernyit. Ada sesuatu yang aneh di
matanya. Sepertinya aku mengenali bentuk mata seperti itu.
“Sudah sampai tuan.”
Suara supirku membuyarkan lamunanku.
“Oh. Sepertinya kita
sudah sampai. Kau tinggal disini?” tanyaku seraya melihat apartement itu tampak
luar. Terlihat sederhana.
“Iya. Aku tinggal
disini.”
“Sendiri?”
Ia kembali mengangguk.
“Kalau begitu terima kasih atas tumpangannya, Andreas.” Claura lalu turun dari
mobilku dan menutup pintunya kembali.
“Senang berkenalan
denganmu, Claura. Semoga saja kita bisa bertemu lagi lain kali.” Ucapku
tersenyum.
Ia menganggukan
kepalanya lalu memutar tubuhnya masuk kedalam apartement. Setelah tidak lagi
melihatnya, aku menyuruh supirku untuk melajukan kendaraan.
“Claura… nama yang
bagus.” Aku tersenyum ketika mengucapkan namanya. Dan entah mengapa aku merasa
aku akan bertemu lagi dengannya.
No comments:
Post a Comment