Saturday 1 June 2013

Wrong Or Right Part 9


Note : Maaf akhir2 ini aku lagi banyak pikiran. sibuk ngurusin ini itu, blm ada ide buat ngelanjutin cerita manapun, untung aja masih ada beberapa stok. Semoga aja semuanya cepat berakhir dengan bahagia. aku juga udah capek dan jenuh :)

 

Jenny berdiri di depan meja kerjanya dengan mimic wajah antusias.
“Ada apa?” Tanya Alexa dengan menatap heran pada sahabatnya itu.
“Guess what?”
“What?” Tanya Alexa malas. Ia sedang tak ingin bermain tebak-tebakkan sekarang
“Bos memberi kita tiket ke Bali.” Bisik Jenny tepat di telinga Alexa
“Realy? Kok bisa?”
Sesungguhnya Alexa tidak percaya dengan kata-kata Jenny barusan. Bos-nya? Memberinya tiket ke Bali?
“Sebenernya sih kita kesana karena ada seminar.”
Alexa mendesah. Tuh kan benar.
“Tapi seminarnya cuma sehari kok. Sedangkan bos ngasih waktu ke kita 2 hari. Tahu kan sehari lagi kita ngapain?”
Alexa tetap diam, masih menatap layar komputernya dengan bosan.
“Kita liburan!” seru Jenny kegirangan membuat karyawan yang lain menatapnya.
“Cuma kita berdua?”
Jenny mengangguk. “Si bos mintanya cuma kita berdua.”
“Kapan?”
“Besok. So, persiapkan dirimu dari sekarang, sweetie.”
Jenny memberinya tiket pesawat lalu pergi kembali ke mejanya. Alexa menatap lama tiket itu, sebelum akhirnya dirinya kembali menyibukkan diri pada komputernya

***

“Bali? Besok?” Steve sangat terkejut ketika mendengar Alexa akan pergi ke Bali. Mereka sedang makan siang di salah satu restoran dan Alexa membicarakan tentang tiket ke Bali itu.
“Mengapa begitu mendadak?”
Alexa mengaduk-aduk minumannya dengan malas. “Entahlah. Aku baru di beritahu tadi pagi.”
Mereka terdiam sejenak. Sibuk dengan pikirannya masing-masing.
“Aku ikut.” Ucap Steve memecah keheningan.
Alexa mendongak. “What? No! Absolutely no. Aku hanya pergi selama 2 hari. Jangan memulai lagi.”
“Memulai katamu? Aku akan ikut denganmu. Pembicaraan selesai.”
Alexa melotot. Ia menghembuskan nafasnya dengan kesal. “Ini hidupku. Ini pekerjaanku. Kau tidak berhak ikut campur.” Dengan kesal di ambilnya tas yang ia letakkan di kursi sebelah dan meninggalkan restoran dengan langkah cepat.


Apa maksudnya? Ingin mencampuri hidupku lagi? Tidak!.
Tiba-tiba ponsel Alexa berbunyi
“Halo?!” Seru Alexa kesal.
“Hey… hey… tenang. Ini aku Davin.”
Alexa menarik nafas lalu menghembuskannya lagi. Mencoba mengontrol emosinya. “Davin. Ada apa?” tanyanya dengan suara lebih lembut.
“Aku ingin mengajak kau makan malam lagi hari ini, tapi sekarang di tempatku. Tapi sepertinya kau sedang ada masalah ya?”
“Tidak. Maafkan aku. Ya, aku sedang ada masalah, tapi sudahlah bukan masalah besar. Apa? Makan malam? Di tempatmu? Memangnya kau bisa memasak?”
“Hey… kau meragukan kemampuanku ya? Kau ingat? Yang memasak ketika kau mabuk itu siapa? Aku kan?”
Alexa tertawa. “Baiklah. Jam berapa? Dan berikan aku alamatmu.”
“Jam 7 malam. Akan ku kirimkan lewat pesan.”
Alexa menutup flap ponselnya lalu kembali memasukkannya ke dalam tas. Ia butuh waktu untuk menenangkan diri. Ia butuh waktu untuk menjauh dari Steve.
***
    “Pulang bareng nggak?” Tanya Jenny ketika ia membereskan meja kerjanya.
Alexa menggeleng. “Nggak. Mau ke rumah Davin.”
“Davin temannya Reno itu?” terdengar sekali nada keterkejutan dari Jenny. “Aku tidak tahu kalau kalian dekat.”
“Semenjak aku menumpahkan air putih di bajunya saat pestamu. Kami jadi teman.”
“Oh, jadi kau yang menumpahkan air itu? Ternyata kau punya cara jitu untuk berkenalan dengan cowok tampan ya?” goda Jenny
“That’s accident. Aku sama sekali nggak sengaja.”
“Ok. Terserah kau mau bilang apa.” Jenny menyampirkan tas kerjanya di bahu. “Well, have fun, sweetie.”
Alexa hanya bisa memutar bola matanya mendengar ucapan Jenny barusan.
Tiba-tiba ponsel Alexa yang ia letakkan di atas meja bergetar. Ada pesan. Dilihatnya sang pengirim pesan itu.
Kau ada dimana? Ku tunggu di hotel untuk makan malam. Steve.
Alexa mendesah lalu kemudian jari-jari lentiknya menari-nari di atas keypad
Hari ini aku makan malam bersama teman, lalu langsung pulang ke apartement. Tak usah menungguku. Lalu menekan tombol send.
Tak berapa lama ponselnya kembali bergetar, namun kali ini bukan ada pesan masuk, tapi panggilan masuk.
“Halo?”
“Alexa! Kau akan makan malam bersama siapa? Teman bancimu Davin itu heh?”
“Tidak. Dia bukan teman banciku, dia laki-laki tulen. Ya, aku akan makan malam dengannya.”
Terdengar Steve menghela nafas. “Dimana kau sekarang?”
Apa? “Aku tidak akan mengatakan dimana aku sekarang.”
“Katakan dimana kau sekarang dan aku akan datang.”
“Dengar! Aku akan makan malam dengan Davin sekarang dan besok aku akan pergi ke Bali.” Ucap Alexa berapi-api. “Jangan campuri hidupku lagi, Steve.” Alexa langsung menutup flap ponselku dengan hentakan keras.
Ponsel Alexa kembali bergetar. Kembali panggilan masuk. Davin.
Alexa menarik nafas dan menghembuskannya kembali. Mengatur nada bicaranya.
“Halo?”
“Alexa! Where are you now? I mean, kau lama sekali. Sekarang sudah pukul 7 lewat dan aku khawatir tentangmu.”
Alexa tertawa mendengar ucapannya barusan. “Khawatir? Kepadaku?”
“Maksudku apakah kau tersesat, atau tidak jadi datang, atau kemungkinan buruk lainnya.”
“Aku datang, Davin. Aku sedang mencari taksi sekarang.”
“Baiklah. Aku tunggu bell kedatanganmu.”

No comments:

Post a Comment