Note : Maaf akhir2 ini aku lagi banyak pikiran. sibuk ngurusin ini itu, blm ada ide buat ngelanjutin cerita manapun, untung aja masih ada beberapa stok. Semoga aja semuanya cepat berakhir dengan bahagia. aku juga udah capek dan jenuh :)
Jenny berdiri di depan meja kerjanya
dengan mimic wajah antusias.
“Ada apa?” Tanya Alexa dengan
menatap heran pada sahabatnya itu.
“Guess what?”
“What?” Tanya Alexa malas. Ia sedang
tak ingin bermain tebak-tebakkan sekarang
“Bos memberi
kita tiket ke Bali.” Bisik Jenny tepat di telinga Alexa
“Realy? Kok bisa?”
Sesungguhnya Alexa tidak percaya
dengan kata-kata Jenny barusan. Bos-nya? Memberinya tiket ke Bali?
“Sebenernya sih kita kesana karena
ada seminar.”
Alexa mendesah. Tuh kan benar.
“Tapi seminarnya cuma sehari kok.
Sedangkan bos ngasih waktu ke kita 2 hari. Tahu kan sehari lagi kita ngapain?”
Alexa tetap diam, masih menatap
layar komputernya dengan bosan.
“Kita liburan!” seru Jenny
kegirangan membuat karyawan yang lain menatapnya.
“Cuma kita berdua?”
Jenny mengangguk. “Si bos mintanya cuma
kita berdua.”
“Kapan?”
“Besok. So, persiapkan dirimu dari
sekarang, sweetie.”
Jenny memberinya tiket pesawat lalu
pergi kembali ke mejanya. Alexa menatap lama tiket itu, sebelum akhirnya
dirinya kembali menyibukkan diri pada komputernya
***
“Bali? Besok?” Steve sangat terkejut
ketika mendengar Alexa akan pergi ke Bali. Mereka sedang makan siang di salah
satu restoran dan Alexa membicarakan tentang tiket ke Bali itu.
“Mengapa begitu mendadak?”
Alexa mengaduk-aduk minumannya
dengan malas. “Entahlah. Aku baru di beritahu tadi pagi.”
Mereka terdiam sejenak. Sibuk dengan
pikirannya masing-masing.
“Aku ikut.” Ucap Steve memecah
keheningan.
Alexa mendongak. “What? No! Absolutely
no. Aku hanya pergi selama 2 hari. Jangan memulai lagi.”
“Memulai katamu? Aku akan ikut
denganmu. Pembicaraan selesai.”
Alexa melotot. Ia menghembuskan
nafasnya dengan kesal. “Ini hidupku. Ini pekerjaanku. Kau tidak berhak ikut
campur.” Dengan kesal di ambilnya tas yang ia letakkan di kursi sebelah dan
meninggalkan restoran dengan langkah cepat.
Apa
maksudnya? Ingin mencampuri hidupku lagi? Tidak!.
Tiba-tiba ponsel Alexa berbunyi
“Halo?!” Seru Alexa kesal.
“Hey… hey… tenang. Ini aku Davin.”
Alexa menarik nafas lalu menghembuskannya
lagi. Mencoba mengontrol emosinya. “Davin. Ada apa?” tanyanya dengan suara
lebih lembut.
“Aku ingin mengajak kau makan malam
lagi hari ini, tapi sekarang di tempatku. Tapi sepertinya kau sedang ada
masalah ya?”
“Tidak. Maafkan aku. Ya, aku sedang ada
masalah, tapi sudahlah bukan masalah besar. Apa? Makan malam? Di tempatmu?
Memangnya kau bisa memasak?”
“Hey… kau meragukan kemampuanku ya?
Kau ingat? Yang memasak ketika kau mabuk itu siapa? Aku kan?”
Alexa tertawa. “Baiklah. Jam berapa?
Dan berikan aku alamatmu.”
“Jam 7 malam. Akan ku kirimkan lewat
pesan.”
Alexa menutup flap ponselnya lalu
kembali memasukkannya ke dalam tas. Ia butuh waktu untuk menenangkan diri. Ia
butuh waktu untuk menjauh dari Steve.
***
“Pulang bareng nggak?” Tanya Jenny ketika ia membereskan meja kerjanya.
Alexa menggeleng. “Nggak. Mau ke
rumah Davin.”
“Davin temannya Reno itu?” terdengar
sekali nada keterkejutan dari Jenny. “Aku tidak tahu kalau kalian dekat.”
“Semenjak aku menumpahkan air putih
di bajunya saat pestamu. Kami jadi teman.”
“Oh, jadi kau yang menumpahkan air
itu? Ternyata kau punya cara jitu untuk berkenalan dengan cowok tampan ya?”
goda Jenny
“That’s accident. Aku sama sekali
nggak sengaja.”
“Ok. Terserah kau mau bilang apa.”
Jenny menyampirkan tas kerjanya di bahu. “Well, have fun, sweetie.”
Alexa hanya bisa memutar bola
matanya mendengar ucapan Jenny barusan.
Tiba-tiba ponsel Alexa yang ia
letakkan di atas meja bergetar. Ada pesan. Dilihatnya sang pengirim pesan itu.
Kau ada dimana? Ku tunggu di hotel
untuk makan malam. Steve.
Alexa
mendesah lalu kemudian jari-jari lentiknya menari-nari di atas keypad
Hari ini aku makan malam bersama
teman, lalu langsung pulang ke apartement. Tak usah menungguku. Lalu menekan tombol send.
Tak berapa lama ponselnya kembali bergetar, namun kali ini
bukan ada pesan masuk, tapi panggilan masuk.
“Halo?”
“Alexa! Kau akan makan malam bersama siapa? Teman bancimu
Davin itu heh?”
“Tidak. Dia bukan teman banciku, dia laki-laki tulen. Ya,
aku akan makan malam dengannya.”
Terdengar Steve menghela nafas. “Dimana kau sekarang?”
Apa? “Aku tidak akan mengatakan dimana
aku sekarang.”
“Katakan dimana kau sekarang dan aku akan datang.”
“Dengar! Aku akan makan malam dengan Davin sekarang dan
besok aku akan pergi ke Bali.” Ucap Alexa berapi-api. “Jangan campuri hidupku
lagi, Steve.” Alexa langsung menutup flap ponselku dengan hentakan keras.
Ponsel Alexa kembali bergetar. Kembali panggilan masuk.
Davin.
Alexa menarik nafas dan menghembuskannya kembali. Mengatur
nada bicaranya.
“Halo?”
“Alexa! Where are you now? I mean, kau lama sekali. Sekarang
sudah pukul 7 lewat dan aku khawatir tentangmu.”
Alexa tertawa mendengar ucapannya barusan. “Khawatir?
Kepadaku?”
“Maksudku apakah kau tersesat, atau tidak jadi datang, atau
kemungkinan buruk lainnya.”
“Aku datang, Davin. Aku sedang mencari taksi sekarang.”
“Baiklah. Aku tunggu bell kedatanganmu.”
No comments:
Post a Comment