Suara erangan, jeritan,
dengusan, sudah bukan hal yang baru lagi untukku. Melihat mereka saling tindih,
berusaha saling memuaskan nafsu birahi masing-masing hingga akhirnya sebuah
pelepasan indah yang mereka dapatkan lalu mereka telelap karena kelelahan. Aku melihat
itu semua dari dekat. Ya… aku ada di antara mereka. Menjadi penonton setia
setiap pergumulan malam mereka. Menjadi orang yang terakhir melihat mereka
terjaga. Aku ingin sekali menjadi pemain di antara kegiatan mereka, sayang… aku
harus di takdirkan sebagai penonton.
Setelah
ku pastikan mereka tidur. Ku dekati ranjang yang berantakan itu. Duduk di
samping seorang gadis yang terlelap dengan pulasnya. Merapikan rambut yang
menutupi wajah manisnya. Merapikan anak rambut yang basah karena keringat
akibat olahraga malam mereka. Inilah hiburan bagiku, melihat wajah kekasih
pujaan hatiku dari dekat. Hanya ketika ia tidurlah aku mampu melihatnya dari
dekat. Hanya ketika ia berada di alam mimpinya aku bisa menyentuhnya.
Wajahnya
masih tampak sama seperti terakhir kami bertemu. Aku tersenyum. Sudah lama
sekali kita bertemu. 3 bulan. 3 bulan yang lalu kami terakhir bertemu di
restoran favorit kami untuk makan malam bersama, memperingati 3 tahun kami
bersama sebagai sorang kekasih. Hal itu masih membekas indah dalam ingatanku.
Ketika
aku sedang asik membelai pipinya yang lembut, tiba-tiba mata indahnya itu
terbuka. Sepertinya ia terbangun. Matanya menatap nyalang ke langit-langit
kamar. Di lihatnya laki-laki yang berada di belakangnya. Laki-laki yang tidur
nyenyak di ranjang yang sama dengan dirinya. Seketika itu juga ia membekap
mulutnya sendiri, setitik air mata jatuh mengalir membasahi matanya yang indah
itu.
Tidak
sayang, jangan menangis, aku mohon.
Gadis
itu masih menangis dalam dia. Ia semakin mengetatkan telapak tangannya agar
tangisnya tidak terdengar dan membangunkan pria yang di sampingnya itu. Setelah
ia bia mengendalikan dirinya, gadis itu bangun dari tempat tidur, tidak lupa ia
mengenakan pakaiannya kembali lalu pergi keluar kamar. Aku mengikutinya dari
belakang, mencoba menebak ia akan pergi ke mana.
Gadis
itu berhenti di ruang tengah dengan tangannya yang gemetar ia menyalakan televise,
kemudian jari-jari tangannya yang lentik mencari kaset video di antara jejeran
kaset di dalam lemari. Jemarinya berhenti di salah satu kaset. Mengambilnya lalu
memasukkannaya ke pemutar video. Gadis itu memposisikan dirinya di sofa dengan
mengangkat kedua kakinya ke atas, lalu kedua tangannya melingkar di lutut.
Rekaman
video itu menyala. Bagian awal terlihat wajah gadis itu sedang tersenyum
sumringah dengan sebelah tangannya menggenggam videocam, lalu sudut pandang
berubah dengan hamparan ombak yang indah, ditemani dengan matahari tenggelam
menambah keindahan pantai itu.
“Leo,
kemari! Lihat! Sebentar lagi matahari
tenggelam.”
Kamera
lalu menyorot seorang laki-laki yang berlari dari jauh dengan tergesa-gesa. Itu
aku!
“Leo,
lihat! Indah kan?” gadis itu kemudian kembali menyorot ombak yang bergulung
dengan background kemerahan itu. “Leo!” seru gadis itu terpekik kaget. Ia merasa
tubuhnya di tarik oleh seeorang lalu memeluknya dengan erat.
“Hal
yang paling indah adalah kau, cantik.” Kemudian kamera menyorot sepasang
kekasih yang berciuman dengan mesra di temani dengan heningnya pantai dan
suasana yang romantis.
“Leo…
hiks hiks hiks… leo…” perlahan gadis itu berjalan mendekat ke arah layar televise,
jarinya yang bergetar itu menyentuh layar, mengusap gambar seorang laki-laki
yang bernama Leo itu. “Leo… hiks… aku merindukanmu.” Kemudian tubuh gadis itu
jatuh di depan televisie. Aku menghampirinya, menatapnya dengan lirih.
“Aku
tidak sanggup Leo. Aku tidak sanggup. Kau pergi terlalu cepat Leo.”
Tidak
sayang, aku tidak pergi. Aku disini. Di depanmu. Lihat aku sayang. Lihat aku.
“Mengapa
kau harus pergi saat kita merayakan 3 tahun kebersamaan kita? Mengapa kau tega
meninggalkanku, Leo!”
Aku
tidak meninggalkanmu sayang. Aku disini. Tuhan… izinkan ia melihatku, ku mohon.
Beberapa
menit kemudian gadis itu berdiri, dengan langkah gontainya ia berjalan kembali
ke kamar. Di dekatinya sisi ranjang si laki-laki tadi. Ia duduk di samping
laki-laki itu lalu mengusap kepalanya dengan lembut.
“Terima
kasih, Frans. Kau memang sahabat Leo yang paling baik. Terima kasih karena kau
sudah mau menemaniku hingga saat ini.” Kemudian gadis itu mengecup kening
laki-laki itu lama. “Terima kasih dan selamat tinggal.”
Kemudian
gadis itu berjalan memasuki kamar mandi yang terletak di dalam kamar. Di
pandanginya dirinya yang terpantul dalam cermin. Setelah beberapa kali
menghembuskan nafasnya, ia menarik laci yang berada di bawah meja, mengambil
sebuah cutter. Kemudian ia berjalan
memasuki bathup. Menyenderkan punggungnya
pada marmer yang dingin.
“Aku
ingin bertemu denganmu Leo. Aku merindukanmu. Aku mencintaimu, Leo” Dan….
SREEEEETTTTT…..
JENNNYYY!!!!!!
Gadis
itu tersenyum miris. “Sebentar lagi kita akan bertemu, Leo sebentar lagi.”
Darah
mengalir dari pergelangan tangannya dengan deras. Membasahi lantai kamar mandi
dan mewarnainya dengan wajah merah pekat.
Aku
berlari sekuat tenaga menghampiri laki-laki yang masih tertidur pulas itu.
Bangun
bodoh! Bangun! Lihat Jenny! FRANS! BANGUN!
Aku
berteriak sekuat tenaga tapi laki-laki itu maih tidak bergeming.
Aku
mohon bangun Frans. Nyawa Jenny berada di tanganmu.
Aku
sudah tidak tahu harus bagaimana lagi. Aku tidak ingin Jenny meninggal. Tidak. Hidupnya
masih panjang. Bukan waktunya untuk dia pergi sekarang.
Sebuah
keajaiban terjadi mata laki-laki itu bergerak, kemudian laki-laki itu
terbangun. Tubuhnya bergerak ke samping mencari dimana gadisnya.
“Jen…
Jenny….”
Dia
di kamar mandi, BODOH! Dia edang berusaha mengakhiri hidupnya, cepat susul dia!
Laki-laki
itu kemudian mencarinya di dalam kamar mandi. “Jen… Ya tuhan! JENNY!” Secepat kilat
ia menghampiri gadis itu. “Jenny! Ya Tuhan! Bertahanlah jen…”
Ya
tolong… tolong selamatkan dia, buddy.
Hanya kau lah satu-satunya harapanku.
“Leo…”
gumam gadis itu dengan suara parau.
Apa?
“Leo…”
gadis itu menunjuk ke arah ku dengan jarinya yang penuh darah. Ia kemudian
tersenyum manis. “Leo… akhirnya kita bertemu.”
Dia
melihatku! Akhirnya gadisku melihatku!
“Apa?!
Jenny… ku mohon bertahanlah.” Dengan segera laki-laki itu menggendong gadisku
dan membawanya ke rumah sakit.
“Leo…
aku mencintaimu.” Ucap gadis itu sebelum akhirnya ia tak sadarkan diri.
Aku
juga mencintaimu, sayang. Gadisku. Cintaku. Jantungku. Jenny-ku. Aku mencintaimu,
selalu. Selamanya.
hmmm...............!!!! tragis amat neng ceritamu. muwahahhahaa........ errr...........
ReplyDeletepertama kali bikin cerita sedih tuh hahaha :D.
Deleteidenya dari meninggalnya paul walker (gk nyambung bgt padahal sm ceritanya) dan jadilah cerita itu....
Ya ampun.. Stelah skian lma.. Akhirny ad post jga.. Wkwkwk
ReplyDeleteMbak, tragis bgt sih critany..:(
Ckckck..
Tpi knapa hrus gntung..T-T
Aku selalu suka kalimat-kalimat cerita bikinan vinda, ngena di hati.
ReplyDeleteaaa... aku terharu blog ku di kunjungi mba andros >.<
Deleteterima kasih mba. aku ini msh amatir loh. masih suka ada typo hihihi