Tuesday 21 May 2013

Wrong Or Right? Part 8




Alexa sedang istirahat makan siang dengan temannya ketika matanya menemukan seseorang yang ia kenal.
“Davin!” Seru Alexa seketika saat melihat Davin berada di kantornya.
Davin menoleh. Mencari-cari sumber suara yang memanggilnya barusan. Alexa melambaikan tangannya agar Davin melihatnya. Alexa menghampirinya dan langsung bertatap muka dengan wajah Davin yang tampan.
“Apa yang kau lakukan disini?”
Davin tersenyum simpul. “Aku ada pemotretan disini. Oh ya? Kau bekerja disini ya?”
Alexa mengangguk.
“Kalau begitu. Kau bisa membantuku menemukan dimana studionya? Karena resepsionisnya tidak bisa membantuku sama sekali.”
Alexa tersenyum riang. “Baiklah. Dengan senang hati.”

****
Ketika Alexa sampai di studio. Steve sedang melakukan pemotretan. Saat itu Steve sedang melihat hasil foto yang barusan di ambil.
“Oh, Alexa.” Seru salah seorang kru ketika melihat kedatangan Alexa.
Steve menoleh dan tersenyum melihat kedatangan Alexa, namun senyumnya seketika itu hilang saat melihat seorang pria datang di belakang Alexa.
Alexa berbicara dengan salah seorang kru memperkenalkan pria yang berada di sampingnya dan sesekali wajahnya tersenyum. Steve memperhatikan pria itu. Wajahnya memang tampan, terlihat sekali kalau pria ini sangat menjaga tubuh dan wajahnya.
“Kau bisa tunggu disini mereka bilang sebentar lagi selesai.” Ujar Alexa kepada Davin.
Davin menghela nafas. Ia paling tidak suka menunggu. ia memutar pandangannya melihat studio tersebut. Pandangannya terkunci pada sosok pria yang sepertinya ia kenal.
“Itu Steve Gabriel?” Tanya Davin seraya menunjuk kepada sosok pria yang sedang membungkuk menatap layar computer.
Alexa mengangguk. “Dia adalah model untuk produk terbaru kami.”
Mulut Davin membentuk huruf O, kemudian kepalanya mengangguk. “Perusahaanmu keren sekali kalau begitu.”
Alexa hanya tersenyum meringis. Kalau saja dia tahu yang sebenarnya
“Sebaiknya kita menunggu di ruang make-up saja. Ayo, akan ku temani.” Alexa menarik lengan Davin dan membawanya ke ruang make-up
****

Steve dapat bernafas lega. Akhirnya pemotretan yang padat itu bisa selesai juga. Ingin rasanya ia cepat-cepat kembali ke hotel, mandi lalu beristirahat. Badannya pegal-pegal semua.
Ketika hendak keluar dari studio. Steve melihat sosok Alexa sedang berdiri dengan lengan dilipat di atas dada. Dengan girangnya Steve menghampiri Alexa.
“Hai.” Seru Steve girang
“Hai.” Balas Alexa dengan senyum
“Mau pulang?”
Alexa menggeleng. “Aku ada janji makan malam dengan temanku.” Alexa tersenyum meminta maaf.
Alis Steve bertaut. “Dia?” Steve melempar pandangannya kepada sosok pria yang sedang berpose di bawah cahaya lampu. Pria yang sama yang tadi di bawa masuk oleh Alexa.
Alexa mengangguk. “Maaf.”
“Siapa dia?” nada suara Steve kurang bersahabat.
“Dia teman dari temanku. Kau ingat Jenny? Kita bertemu di pesta pertunangannya Jenny.”
Tiba-tiba pria itu datang berjalan menghampiri mereka.
“Davin! Kenalkan ini Steve Gabriel.” Alexa memperkenalkan laki-laki itu. “Dan Steve kenalkan ini Davindra Dewantara.”
Davin mengulurkan lengannya Steve menyambutnya dengan tegas. Ekspresi mukanya menampakan ketidaksukaannya.
“Nice to meet you.” Davin tersenyum bersahabat
“Nice to meet you too.” Balas Steve dengan senyum sedikit di paksaan.
Davin menatap Alexa lalu tersenyum. “Jadi pergi?”
“Kau sudah selesai?”
Davin mengangguk. “Setelah mengganti baju ini. Aku sudah selesai.”
“Baiklah aku tunggu di lobby.”
Davin melangkah pergi menuju ruang make-up meninggalkan Steve dan Alexa berdua.
“Kau mau pergi sekarang?”
“Iya.” Jawab Alexa singkat ia membereskan tasnya lalu menyampirkannya di bahu.
Ketika Alexa melewati Steve. Steve menghentikan langkah Alexa dengan mencengkram lengan Alexa kuat.
“Jangan pergi.” Ucap Steve datar
“Apa?”
“Aku bilang jangan pergi.”
“Ayo. Kita pergi.” Seru Davin seraya mengenakan kembali jaket coklat miliknya.
“Steve lepaskan.” Bisik Alexa tajam.
Steve tidak bergeming matanya menatap mata Alexa lekat. Alexa sekuat tenaga melepaskan cengkraman tangan Steve. Dengan sekali hentakan lengan Alexa terlepas dari cengkraman Steve. Alexa memperbaiki letak tasnya sebelum melangkah pergi.
Steve memejamkan matanya erat. Rasa sakit menjalar di sekujur tubuhnya. Ketika membuka matanya, pandangannya mengitari sekitar studio yang sudah kosong. Ini tidak bisa dibiarkan.
****
“Kau baik-baik saja? Wajahmu pucat sekali.” Ujar Davin ketika mereka dalam perjalanan menuju resto.
Alexa mengangguk. “Aku baik-baik saja.”
“Oh, ya. Tadi aku berterima kasih sekali karena kau mau mengenalkanku pada Steve.”
Alexa memandang Davin tak mengerti.
“Aku ini fans beratnya. Aku sudah banyak menonton filmnya. Dia sangat berbakat. Dia tidak hanya sukses sebagai seorang model tapi juga sebagai actor. Harusnya tadi aku minta tanda tangannya ya. Hahaha.”
Alexa hanya tersenyum tipis. Ia hanya menggelengkan kepalanya lalu kembali menatap ke luar jendela. Entah mengapa berbicara dengan pria ini merasa dirinya nyaman. Merasa dirinya sendiri. Entah sudah berapa lama Alexa tak senyaman ini berbicara dengan orang lain.
****
Davin mengantarnya sampai ke depan komplek apartementnya. “Terima kasih karena mau menemaniku makan malam.” Ujar Davin ketika Alexa sudah turun dari mobil
“Harusnya aku yang berterima kasih. Kau sudah mentraktirku.”
Davin memutar bola matanya. “Lain kali kau yang harus mentraktirku.”
“Baiklah.”
“Kau masuklah. Di luar sini dingin sekali. Aku ingin cepat-cepat pulang dan mandi air panas.” Lalu mobil Davin pun melaju pergi.

Lift terbuka, menandakan Alexa sudha sampai di lantai apartementnya. Ketika ia berjalan di lorong. Betapa terkejutnya dia. Ada seseorang sedang duduk di depan pintu apartementnya. Alexa memicingkan mata dan… “Ya tuhan! Steve.”
Alexa menghampiri tubuh yang sedang duduk seraya memegangi lutunya itu. “Apa yang kau lakukan disini? Ya tuhan! Disini dingin sekali.” Alexa langsung membuka pintu apartementnya dan membawa Steve masuk.
“Duduklah.” Alexa mendudukan tubuh Steve yang menggigil itu di atas sofanya. Lalu ia pergi ke dapur untuk memberinya air hangat. “Minumlah.” Steve menyambut gelas itu dan langsung meminumnya.
“Apa yang kau lakukan disini?” Tanya Alexa ketika Steve sudah tenang.
“Aku menunggumu.”
Menungguku?
“Dari mana kau tahu apartementku?”
“Tidak sulit menanyakan dimana kau tinggal pada resepsionis itu.”
Alexa menggelengkan kepalanya. Merasa tidak percaya akan apa yang didengarnya.
“Lebih baik kau pulang sekarang. Akan ku panggilkan taksi.” Alexa hendak bangkit dari sofa ketika lengan Steve menghentikannya.
“Kau. Apa yang kau lakukan bersamanya?”
Alexa butuh waktu beberapa detik untuk mencerna apa yang dikatakan Steve barusan.
“Aku hanya makan dengannya.”
“Tidak ada yang lain?”
“Memangnya apa yang kau harapkan?”
Steve terdiam. Alexa kembali duduk di sofa. Jarinya menangkap jari Steve dan membungkusnya.
“Aku tahu apa yang kau pikirkan.”
Wajah Steve terangkat. Matanya yang biru langsung menatap mata Alexa.
“Im scared.” Desah Steve tak berdaya.
“It’s ok. Im here. With you.”
Steve memeluknya. Memeluknya dengan lembut, membuat rasa nyaman dan tentram pada diri Alexa. Alexa menyenderkan wajahnya pada bahu Steve, menyesapi rasa nyaman itu lebih dalam. Steve memeluknya cukup lama. Alexa melepaskannya setelah merasa nafas Steve sudah teratur.
“Kau sudah makan?” Tanya Alexa lembut
Steve menggeleng. “Dari studio aku langsung kemari.”
“Akan kubuatkan kau makanan.”

No comments:

Post a Comment