Alexa sedang istirahat makan siang
dengan temannya ketika matanya menemukan seseorang yang ia kenal.
“Davin!” Seru Alexa seketika saat melihat
Davin berada di kantornya.
Davin menoleh. Mencari-cari sumber
suara yang memanggilnya barusan. Alexa melambaikan tangannya agar Davin
melihatnya. Alexa menghampirinya dan langsung bertatap muka dengan wajah Davin
yang tampan.
“Apa yang kau lakukan disini?”
Davin tersenyum simpul. “Aku ada
pemotretan disini. Oh ya? Kau bekerja disini ya?”
Alexa mengangguk.
“Kalau begitu. Kau bisa membantuku
menemukan dimana studionya? Karena resepsionisnya tidak bisa membantuku sama
sekali.”
Alexa tersenyum riang. “Baiklah.
Dengan senang hati.”
****
Ketika Alexa sampai di studio. Steve
sedang melakukan pemotretan. Saat itu Steve sedang melihat hasil foto yang
barusan di ambil.
“Oh, Alexa.” Seru salah seorang kru
ketika melihat kedatangan Alexa.
Steve menoleh dan tersenyum melihat
kedatangan Alexa, namun senyumnya seketika itu hilang saat melihat seorang pria
datang di belakang Alexa.
Alexa berbicara dengan salah seorang
kru memperkenalkan pria yang berada di sampingnya dan sesekali wajahnya
tersenyum. Steve memperhatikan pria itu. Wajahnya memang tampan, terlihat
sekali kalau pria ini sangat menjaga tubuh dan wajahnya.
“Kau bisa tunggu disini mereka
bilang sebentar lagi selesai.” Ujar Alexa kepada Davin.
Davin menghela nafas. Ia paling
tidak suka menunggu. ia memutar pandangannya melihat studio tersebut.
Pandangannya terkunci pada sosok pria yang sepertinya ia kenal.
“Itu Steve Gabriel?” Tanya Davin
seraya menunjuk kepada sosok pria yang sedang membungkuk menatap layar
computer.
Alexa mengangguk. “Dia adalah model
untuk produk terbaru kami.”
Mulut Davin membentuk huruf O,
kemudian kepalanya mengangguk. “Perusahaanmu keren sekali kalau begitu.”
Alexa
hanya tersenyum meringis. Kalau saja dia
tahu yang sebenarnya
“Sebaiknya kita menunggu di ruang
make-up saja. Ayo, akan ku temani.” Alexa menarik lengan Davin dan membawanya
ke ruang make-up
****
Steve dapat bernafas lega. Akhirnya
pemotretan yang padat itu bisa selesai juga. Ingin rasanya ia cepat-cepat
kembali ke hotel, mandi lalu beristirahat. Badannya pegal-pegal semua.
Ketika hendak keluar dari studio.
Steve melihat sosok Alexa sedang berdiri dengan lengan dilipat di atas dada.
Dengan girangnya Steve menghampiri Alexa.
“Hai.” Seru Steve girang
“Hai.” Balas Alexa dengan senyum
“Mau pulang?”
Alexa menggeleng. “Aku ada janji
makan malam dengan temanku.” Alexa tersenyum meminta maaf.
Alis Steve bertaut. “Dia?” Steve
melempar pandangannya kepada sosok pria yang sedang berpose di bawah cahaya
lampu. Pria yang sama yang tadi di bawa masuk oleh Alexa.
Alexa mengangguk. “Maaf.”
“Siapa dia?” nada suara Steve kurang
bersahabat.
“Dia teman dari temanku. Kau ingat
Jenny? Kita bertemu di pesta pertunangannya Jenny.”
Tiba-tiba pria itu datang berjalan
menghampiri mereka.
“Davin! Kenalkan ini Steve Gabriel.”
Alexa memperkenalkan laki-laki itu. “Dan Steve kenalkan ini Davindra
Dewantara.”
Davin mengulurkan lengannya Steve
menyambutnya dengan tegas. Ekspresi mukanya menampakan ketidaksukaannya.
“Nice to
meet you.” Davin tersenyum bersahabat
“Nice to meet you too.” Balas Steve
dengan senyum sedikit di paksaan.
Davin menatap Alexa lalu tersenyum.
“Jadi pergi?”
“Kau sudah selesai?”
Davin mengangguk. “Setelah mengganti
baju ini. Aku sudah selesai.”
“Baiklah aku tunggu di lobby.”
Davin melangkah pergi menuju ruang
make-up meninggalkan Steve dan Alexa berdua.
“Kau mau pergi sekarang?”
“Iya.” Jawab Alexa singkat ia
membereskan tasnya lalu menyampirkannya di bahu.
Ketika Alexa melewati Steve. Steve
menghentikan langkah Alexa dengan mencengkram lengan Alexa kuat.
“Jangan pergi.” Ucap Steve datar
“Apa?”
“Aku bilang jangan pergi.”
“Ayo. Kita pergi.” Seru Davin seraya
mengenakan kembali jaket coklat miliknya.
“Steve lepaskan.” Bisik Alexa tajam.
Steve tidak bergeming matanya
menatap mata Alexa lekat. Alexa sekuat tenaga melepaskan cengkraman tangan
Steve. Dengan sekali hentakan lengan Alexa terlepas dari cengkraman Steve.
Alexa memperbaiki letak tasnya sebelum melangkah pergi.
Steve memejamkan matanya erat. Rasa
sakit menjalar di sekujur tubuhnya. Ketika membuka matanya, pandangannya
mengitari sekitar studio yang sudah kosong. Ini tidak bisa dibiarkan.
****
“Kau baik-baik saja? Wajahmu pucat
sekali.” Ujar Davin ketika mereka dalam perjalanan menuju resto.
Alexa mengangguk. “Aku baik-baik
saja.”
“Oh, ya. Tadi aku berterima kasih
sekali karena kau mau mengenalkanku pada Steve.”
Alexa memandang Davin tak mengerti.
“Aku ini fans beratnya. Aku sudah
banyak menonton filmnya. Dia sangat berbakat. Dia tidak hanya sukses sebagai
seorang model tapi juga sebagai actor. Harusnya tadi aku minta tanda tangannya
ya. Hahaha.”
Alexa hanya tersenyum tipis. Ia hanya
menggelengkan kepalanya lalu kembali menatap ke luar jendela. Entah mengapa
berbicara dengan pria ini merasa dirinya nyaman. Merasa dirinya sendiri. Entah
sudah berapa lama Alexa tak senyaman ini berbicara dengan orang lain.
****
Davin mengantarnya sampai ke depan
komplek apartementnya. “Terima kasih karena mau menemaniku makan malam.” Ujar
Davin ketika Alexa sudah turun dari mobil
“Harusnya aku yang berterima kasih.
Kau sudah mentraktirku.”
Davin memutar bola matanya. “Lain
kali kau yang harus mentraktirku.”
“Baiklah.”
“Kau masuklah. Di luar sini dingin
sekali. Aku ingin cepat-cepat pulang dan mandi air panas.” Lalu mobil Davin pun
melaju pergi.
Lift terbuka, menandakan Alexa sudha
sampai di lantai apartementnya. Ketika ia berjalan di lorong. Betapa
terkejutnya dia. Ada seseorang sedang duduk di depan pintu apartementnya. Alexa
memicingkan mata dan… “Ya tuhan! Steve.”
Alexa menghampiri tubuh yang sedang
duduk seraya memegangi lutunya itu. “Apa yang kau lakukan disini? Ya tuhan!
Disini dingin sekali.” Alexa langsung membuka pintu apartementnya dan membawa
Steve masuk.
“Duduklah.” Alexa mendudukan tubuh
Steve yang menggigil itu di atas sofanya. Lalu ia pergi ke dapur untuk
memberinya air hangat. “Minumlah.” Steve menyambut gelas itu dan langsung
meminumnya.
“Apa yang kau lakukan disini?” Tanya
Alexa ketika Steve sudah tenang.
“Aku menunggumu.”
Menungguku?
“Dari mana kau tahu apartementku?”
“Tidak sulit menanyakan dimana kau
tinggal pada resepsionis itu.”
Alexa menggelengkan kepalanya.
Merasa tidak percaya akan apa yang didengarnya.
“Lebih baik kau pulang sekarang.
Akan ku panggilkan taksi.” Alexa hendak bangkit dari sofa ketika lengan Steve
menghentikannya.
“Kau. Apa yang kau lakukan
bersamanya?”
Alexa butuh waktu beberapa detik
untuk mencerna apa yang dikatakan Steve barusan.
“Aku hanya makan dengannya.”
“Tidak ada yang lain?”
“Memangnya apa yang kau harapkan?”
Steve terdiam. Alexa kembali duduk
di sofa. Jarinya menangkap jari Steve dan membungkusnya.
“Aku tahu apa yang kau pikirkan.”
Wajah Steve terangkat. Matanya yang
biru langsung menatap mata Alexa.
“Im scared.” Desah Steve tak
berdaya.
“It’s ok. Im here. With you.”
Steve memeluknya. Memeluknya dengan
lembut, membuat rasa nyaman dan tentram pada diri Alexa. Alexa menyenderkan
wajahnya pada bahu Steve, menyesapi rasa nyaman itu lebih dalam. Steve
memeluknya cukup lama. Alexa melepaskannya setelah merasa nafas Steve sudah
teratur.
“Kau sudah makan?” Tanya Alexa
lembut
Steve menggeleng. “Dari studio aku
langsung kemari.”
“Akan kubuatkan kau makanan.”
No comments:
Post a Comment