Sesampainya
dikantor, ku lihat para pegawai sedang berkerumun. Ku hampiri kerumunan itu. Ku
bertanya pada temanku ada apa.
“Katanya
ada pegawai baru. Pindahan dari Amerika. Keponakan dari si bos sendiri.” Ujar
temanku tak bersemangat. Pegawai baru berarti saingan baru.
“Kenalkan
ini keponakan saya. Namanya Krista Anindita. Dia baru selesai sekolah S2 di
Amerika. Pernah bekerja di perusahaan asuransi terbesar di Indonesia dan sangat
pandai.” Ucap bos dengan bangganya. Kami para pegawai hanya bisa tepuk tangan
pura-pura bahagia dan pura-pura kagum. “Karena dia masih baru disini. Jadi saya
minta Dika? Mana Dika?”
Aku
yang merasa namanya dipanggil mengacungkan tangan. “Ada apa pak?” tanyaku
bingung
“Nah.
Saya serahkan Krista kepadamu. Kamu bantu-bantu dia, dia masih baru disini. Dia
menjadi tanggung jawabmu.” Bos memegang pundak wanita yang berada di
sebelahnya. “Oke semua. Kembali bekerja.” Dan para pegawai pun membubarkan diri
Aku
hanya terdiam bersama Krista di hadapanku.
Aku
mendesah. “Mari. Aku antarkan ke meja mu.”
Krista
hanya menunduk malu ketika ku membawanya ke meja kerjanya. Setelah mengucapkan
terima kasih. Aku pergi ke mejaku.
***
“Udah
liat pegawai baru? Itu keponakannya si bos.” Chris memamerkan senyumnya ketika
kami sedang istirahat makan siang.
Aku
mengangguk. “Udah.”
“Terus
menurut kamu dia gimana?”
Aku
mengaduk-aduk sup sebelum menyendoknya dan memasukkannya ke mulutku. “Biasa
aja.”
“Dia
cantik banget tau! Manis.” Ujar Chris gemas.
Aku
hanya tertawa. “Kamu suka? Kebetulan banget dia satu divisi sama aku.”
Mata
Chris melebar “Yang bener? Wah… aku bakalan sering-sering main ke tempat kamu,
Dik.”
Aku
hanya tertawa mendengar ucapan Chris barusan. Membayangkan Krista bersama Chris
saja bisa membuatku tertawa.
****
Bekerja
bersama Krista cukup menyenangkan. Krista mampu bekerja sangat professional,
dia juga seorang yang teliti, jarang kutemukan kesalahan pada laporan yang
dikerjakannya. Secara personal, Krista juga orang yang menyenangkan. Kami tidak
pernah habis bahan obrolan.
Aku
sedang mengerjakan laporan yang baru datang tadi pagi ketika tidak sengaja
mendengar gossip dari wanita samping mejaku.
“Eh…
kamu tahu Krista?” Tanya wanita berambut hitam panjang memulai bergossip.
“Krista
keponakannya si bos itu?” Tanya si wanita berambut hitam memastikan.
Si
wanita berambut panjang mengangguk. “Kamu tahu nggak gossip tentang dia?.”
Bisik wanita itu. Diiringi oleh nada keterkejuttan dari si wanita berambut
pendek.
“Gossip
apa?”
Aku
hanya bisa mendesah kesal. Apa tidak ada yang di kerjakan oleh kedua wanita ini
selain bergossip? Membuang waktu saja.
Aku
bertopang dagu dan menatap layar komputerku malas. Seandainya saja laporan ini
dapat selesai dengan sendirinya.
“Katanya
dia pernah nolak seorang cowok, temen satu kantornya dulu. Terus cowok itu
nggak terima dia langsung bunuh diri. Katanya sih kecelakaan mobil, tapi dugaan
kuat gara-gara di tolak sama Krista itu. Padahal cowoknya ganteng banget.”
"Kamu tahu siapa cowoknya?"
tanya temannya penasaran.
"Namanya Yuda, apa Yudi apa,
Budi.... Yuda Iya namanya Yuda."
Seketika itu juga mataku melebar. Yuda?
Yuda adikku? Benarkah apa yang digossipkan oleh kedua wanita itu? Semua ini
karena Krista? Yuda meninggal karena Krista? Ya tuhan…
Aku menutup wajahku dengan kedua
tanganku. Seketika itu juga bayangan wajah Yuda menghampiri kepalaku. Yuda,
segitu besarnya cintamu kepada wanita itu sehingga kau mau mati karenanya? Air
mataku menetes. Membasahi kertas-kertas yang berada di bawahnya.
Jadi semua ini karena Krista? Gara-gara
Krista Yuda meninggal? Gara-gara wanita itu kau harus merasakan patah hati yang
sangat menyakitkan sehingga kau berpikir kau tak lagi sanggup untuk hidup?
Padahal kau begitu memujanya. Tidakah ia merasakan ketulusan hatimu?
Tiba-tiba rasa kebencian muncul dari
dalam hatiku. Kebencian yang teramat sangat yang menimbulkan kemarahan membuat
ku ingin melakukan sesuatu. Wanita itu harus merasakan bagaimana sakitnya
adikku. Bagaimana rasanya patah hati hingga kau berpikir tak ada gunanya lagi
untuk hidup. Dia tidak tahu apa yang telah dilakukannya itu menimbulkan banyak
sekali masalah bagi keluargaku. Karena dia… mamaku… mama… mama tidak lagi
seperti dulu. Semua karena dia.
***
Hari ini aku memberikan laporan baru
yang harus dikerjakan oleh Krista. Membayangkan wajahnya saja sudah membuatku
benci setengah mati. apalagi harus berhadapan langsung dengannya. Ugh…
“Ini. Seminggu lagi harus selesai.
Jangan terlambat.” Aku melemparkan map berwarna kuning dan meluncur mulus di
atas mejanya. Krista yang sedang mengetik terkaget ketika aku melakukan
demikian. Ia hanya menatapku heran. “Nanti siang ada rapat sama bos.” Aku pun
berlalu dari hadapannya. Tak ingin aku berlama-lama dengannya.
Aku baru saja menyenderkan punggungku,
ketika Chris datang dengan wajah sumringah.
“Hai. Kenapa mukanya suntuk banget,
Bro.” Chris langsung duduk di kursi yang berada di depanku.
“Abis rapat sama bos. Capek banget.” Aku
mengacak-acak rambutku frustasi.
Chris menatap jam tangannya. “Makan yuk.
Laper nih.”
Aku mengiyakan ajakannya. Perutku memang
sudah sangat keroncongan sekali.
“Aku baru jadian kemarin.” Ucap Chris
santai membuatku tersedak karena sedang menyeruput kopi panasku. “Nggak kemarin
juga sih. Udah hampir 2 minggu yang lalu.”
“Sama siapa?” tanyaku penasaran
“Rahasia.” Chris menyunggingkan senyum
rahasianya. Membuatku sedikit kesal. “Akan ku beritahu nanti, ketika waktunya
sudah tepat.” Chris kembali menyendok makanannya dan memasukannya kedalam
mulut.
Aku menatap tajam dirinya sebelum aku
mengangkat bahu dan berusaha tidak terlalu memikirkannya. Paling wanita teman
kuliahnya, batinku.
***
Hari ini aku lembur. Menyebalkan sekali
memang. Bukan karena aku lembur dan harus membatalkan makan malamku bersama
teman-teman kuliahku, tapi karena aku harus lembur bersama Krista. Ya Krista.
Dia adalah orang terakhir yang aku ingin berduaan saja dengannya. Kalau bukan
karena besok ada presentasi, aku tak akan mau bekerja sama dengan dia.
"Ini rincian data yang kamu
minta." Krista menyerahkan kepadaku map berwarna merah. Aku hanya
melihatnya sekilas lalu kembali kepada komputerku.
"Kalau begitu aku pulang
dulu." Ucapnya kemudian lalu kembali ke mejanya dan menyampirkan tas
kerjanya di bahu.
"Tunggu dulu!" Seru ku cepat.
Krista langsung menoleh dan menatapku heran. “Ada yang ingin ku bicarakan.
Sebentar saja.”
Sebenarnya aku berniat berbicara tentang
Yuda kepadanya. Berbicara baik-baik tentunya. Bagaimanapun juga dia adalah
seorang wanita yang harus ku hormati.
Krista mengangguk lalu ia duduk di sofa
kantor, dekat dirinya. “Bicara saja. Ada apa?”
Aku mulai gugup. Harus mulai darimana
aku?
“Aku…”
Seketika itu juga terdengar suara dering
ponsel. Aku yakin itu berasal dari ponsel Krista, karena nada deringnya berbeda
denganku.
Ia merogoh kedalam tasnya, mencari-cari
dimana letak ponselnya berada. Ketika ia mendapatkan ponselnya dan melihat nama
yang tertera pada layar ponselnya, ia tersenyum.
“Tunggu sebentar.” Ia mulai mengakat
telponnya dan menjauh dariku.
Aku hanya bisa menunggu dan menghela
nafas panjang.
Ia kembali dengan wajah sumringah.
Senyum bahagia terpancar dari wajahnya.
“Maaf, tadi mau bicara apa?”
“Itu tadi pacar kamu?” aku bertanya
dengan nada sedatar mungkin.
Dia mengangguk malu.
“Udah lama jadiannya?”
“Baru kok. Baru…” ia tampak berpikir.
“satu bulan.”
Tiba-tiba rasa kemarahan merasuki
diriku. Wanita ini sedang asik berpacaran, sedangkan adikku sedang terbujur
kaku di dalam tanah yang dingin dan sendiri. Tidak bisa aku terima.
Aku langsung mendorong tubuh Krista
hingga menabrak tembok lalu mencengkram kedua tangannya ke atas. Krista
memberontak. Ia meraung-raung meminta tolong dan menggeliyat berusaha
melepaskan cengkramanku.
No comments:
Post a Comment