Aku terbangun dengan pusing yang teramat
sangat. Hal pertama yang kulihat adalah atap berwarna putih. Dimana aku? Aku
berusaha untuk duduk, namun kemudian rasa sakit dan nyeri menjalar di sekujur
tubuhku. Kulihat banyak perban yang melilit tubuhku. Pasti akan meninggalkan
bekas.
Ketika aku berusaha menggapai gelas yang
berada di meja untuk mengurangi kehausanku. Tiba-tiba pintu terbuka, dan
seorang wanita masuk. Amel?
“Dika? Kamu udah sadar?” Amel mendekati
ranjangku dan menatapku cemas.
Aku mencoba mengeluarkan suara namun
hanya serakan yang keluar dari mulutku.
“Ha…uss.” Ucapku susah payah seraya
menggapai-gapai gelas
Amel langsung mengambil gelas tersebut
beserta sedotannya dan langsung membantuku duduk untuk minum.
Aku kembali tidur dan memijit keningku.
Entah mengapa minum saja sudah membuatku pusing.
“Kau tahu? Aku sangat bahagia kamu bisa
sadar.”
Aku mengeryit. “Sudah berapa lama?”
Amel menatapku dengan sedih. “Kamu
pingsan selama 3 hari. Itu lama sekali.” Ia menarik kursi di sebelahku.
“Sebenarnya banyak sekali yang aku ingin tanyakan kepadamu. Tapi lebih baik kau
istirahat saja dulu.”
Aku mengernyit ketika merasakan nyeri di
sekujur tubuhku. Terutama kepalaku yang masih pusing. Aku hanya bisa memejamkan
mata untuk menetralisir kedutan di kepalaku.
Kejadian itu… aku masih bisa
mengingatnya dengan jelas. Wajah Chris yang marah. Wajah Krista yang ketakutan.
Dan aku yang bercucuran darah. Aku masih mampu mengingatnya.
Amel kembali masuk bersama seorang
dokter di belakangnya. Dokter tersebut memeriksa kondisiku. Menjelaskan kalau
tulang rusukku patah, itu mengakibatkan aku harus menahan sakit ketika
bergerak.
Aku kembali memijit pelipisku.
Seharusnya malam itu aku makan malam bersama mama. Mama?!
“Mel, Mamaku…”
Amel tersenyum lembut. “Tenang saja. Aku
sudah bilang pada pengasuh mamamu yang sebenarnya. Tapi dia mengatakan kalau
dia bilang yang sebenarnya pada mamamu, ia takut kalau kondisinya langsung
menurun, jadi aku menyuruhnya mengatakan kalau kau ada dinas di luar kota dan
perginya mendadak.”
Aku langsung bernafas lega. Setidaknya aku
tidak lagi mengkhawatirkan kondisi mamaku.
“Sebenarnya apa yang terjadi, Dika? Jam
dua belas malam aku di telpon oleh pihakrumah sakit yang mengatakan kalau kau
tergeletak dengan badan penuh darah di samping mobilmu.”
Aku mendesah. Mungkin aku memang harus
berkata yang sebenarnya pada Amel. Lagipula aku memang butuh teman bicara.
“Aku bertengkar hebat dengan Chris.
Kami... saling memukul dan… aku jatuh… lalu pingsan.” Aku menatap wajah Amel.
Dia sepertinya menunggu aku melanjutkan.
“Sudah? Sesingkat itu?”
Aku mengangguk.
Ia mendesah. “Aku tidak tahu apa yang
terjadi pada kalian. Kalian berteman. Tidak. Bersahabat. Dan kalian bertengkar?
Saling memukul?”
“Ini… masalah yang rumit.” Aku tidak
bisa mengatakan kalau kami bertengkar karena Chris memergoki aku dan Krista –
pacarnya sedang berciuman di dalam mobilku, di depan apartement Krista.
“Dan kamu tidak ingin membicarakannya?”
“Aku… tidak bisa.”
Amel menarik kursi terdekat lalu duduk
di sampingku. “Baiklah. Aku menerima kalau kamu tidak ingin bercerita. Itu
hakmu. Tapi apa yang harus ku jelaskan dengan kondisimi seperti ini? Kamu babak
belur Dika. Rusukmu patah.”
Aku meringis. Dia ada benarnya.
“Kau tidak mengatakan ini kepada
siapapun kan?”
“Kamu pikir?”
Oh aku kembali bernafas lega. Ia tidak
memberitahu ini pada orang-orang kantor.
“Apa yang harus ku katakan pada orang
kantor?” ia kembali bertanya
“Bilang saja aku ada urusan keluarga.
Mendadak. Jatuh dari tangga dan beginilah jadinya.”
Amel menatapku dengan mata melotot. “Terserah
kau saja.” Ia kemudian bangkit dari kursi lalu mengambil tas kerjanya. “Aku
harus ke kantor. Jam makan siang sudah hamper selesai. Kalau ada apa-apa
hubungi aku. Nanti sore aku akan kembali lagi.”
Aku memberikan senyum terbaikku. “Terima
kasih, Mel. Kamu yang terbaik.”
Ia mendengus. Lalu meninggalkan aku
sendirian.
***
Aku bosan.
Tidak ada yang bisa kulakukan ketika
rusukmu patah. Bahkan ketika kau membalikkan badan atau berjalan ke kamar mandi
pun rasanya sakit sekali.
Dengan iseng aku mmbuka laci meja yang
berada di samping ranjangku. Aku sedikit terkejut ketika menemukan ponselku
masih dalam keadaan bagus berada di antara jam tangan dan dompetku. Aku mengambilnya.
Menekan tombol untuk mengaktifkannya. Menunggunya sejenak. Lalu seketika itu
juga rentetan pesan singkat masuk ke dalam ponselku secara berturut-turut. Aku melihat
semuanya. Dan semua sms itu berasal dari orang yang sama. Krista.
***
mbak . kapan nih mau dipost lanjutannya ? :))))
ReplyDeleteaku lagi sibuk akhir-akhir ini. dan masih belum nemu ide lagi ... ada saran? :)
ReplyDelete